Bapak lagi sibuk, tidak bisa diganggu. Begitu kata salah satu pegawai Wisnu Baroto,Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat, Kamis, 13 Januari. Ucapan ini terlontar ketika saya memperkenalkan diri dan meminta izin untuk mewawancarai Wisnu. "Bu saya dari jurnalis TEMPO, saya ingin wawancara dengan pak Wisnu," kataku.
Namun perempuan ini seperti tak menghiraukanku. Dia malah sibuk merapikan beberapa dokumen yang ada di atas mejanya. Saya kembali bersuara. "Bu saya bisa ketemu pak Wisnu nggak?" tanyaku. Dia menjawab dengan gaya tak iklas, "emang kamu mau wawancara soal apa?. Saya menjawab; saya mau wawancara soal perkembangan penanganan dugaan ijazah palsu Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo. Soal apanya, katanya. "Ibu, tidak perlu kamu tau, sampaikan saja ke bapaknya," ucapku dengan perasaan sedikit sebel sama pegawai yang mengenakan pakaian cokelat itu.
Dia pun kembali mengatakan, bapak tidak bisa diganggu, banyak dokumen yang harus diselesaikan. Disampaikan atau tidak, jawabannya tetap tidak mau ditemui. Sebaiknya kamu langsung ke Humas Kejaksaan Tinggi saja, ya. Karena segala sesuatu yang berkaitan dengan informasi keluar, kata perempuan muda berjilbab ini, ditangani Humas. Saya ikut saja arahannya. Namun, sialnya, ketika saya bertemu Humas, malah mendapat jawaban yang mengecewakan. "Maaf saya tidak berkopotensi untuk memberi penjelasan saol teknis perkembangan penanganan ijazah Ichsan," kata Irsan Z Djafar, Humas Kejaksaan Tinggi.
Sebaiknya, kata Irsan, temui langsung jaksanya. Pak Wsinu, katanya. Saya bingung, dengan semua ini. Saya sudah dari ruangan pak Wisnu, tapi pegawainya bilang, tidak bisa diganggu pak Wsinunya. Saya berusaha menemui pak Wisnu sejak tiga hari lalu berturut-turut. Tapi, pegawainya berturut-turut pula mengatakan tuanya tidak bisa diganggu. "Ini bagaimana pak?" tanyaku sama Humas.
Hingga, hari menjelang petang, saya tidak berhasil menemui Asisten Pidana Umum tersebut. Saya memutuskan untuk pulang dengan perasaan kecewa. Padahal, bahan yang saya ingin tanyakan ke jaksa tersebut sangatlah penting. Sebab, kasus dugaan ijazah palsu Ichsan ini telah bergulir kurang lebih 2 tahun di Kejaksaan Tinggi. Bahkan, jaksa membolak balikan berkas kasus tersebut ke Penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan barat. Dua institusi penegak hukum ini seperti menghindar dari bola panas tersebut.
Kembali ke soal pegawai dan jaksa. Nampaknya pegawai Kejaksaan Tinggi ini tidak paham soal pelayanan publik. Seorang pejabat publik wajib memberikan informasi sesuai dengan undang-undang keterbukaan informasi publik. Sehingga terjadi transparansi dan menciptakan pelayanan yang baik terhadap masyarakat. Namun hal ini sulit dilakukan karena memang watak pegawai negeri saat ini kurang kredibilitas. Atau istila lainnya, kurang memiliki sumber daya.
Jadi, jangan heran jika, banyak pegawai negeri yang menyalahgunakan pakaian dinasnya untuk mencuri uang rakyat. Yang paling parahnya, oknum jaksa seringkali melakukan pemerasan dan meneri suap dari pihak yang terlibat dalam kasus korupsi atau kasus lainnya. Saya harap, pak Wisnu, yang selalu menghindari dari wartawan, tidak seperti oknum jaksa lain yang menyalahgunakan jabatannya.
NB: Pak Wisnu, saya besok datang lagi untuk wawancara.
SAHRUL
Comments