Makassar 01 Juli 2011
"Dalam hidup, mencintai tantangan sebagai solusi"
Seyum gadis setengah bayah itu seolah memberi isyarat kepada setiap orang yang sedang menghadapi masalah. Kelembutannya nampak diwajah ayunya ketika ia menyapa orang-orang disekitarnya. Tutur katanya terdengar merdu bagaikan nyayian cinta sang dewa yang merindukan Dewi nan jauh. Visitcha Dwijuysa, nama gadis itu. Gadis ini memiliki karakter yang jarang dimiliki oleh gadis lainnya, bahkan tidak' sama sekali. Sebab dalam melaksanakan suatu pekerjaan, ia lebih menyenangi sesuatu yang memiliki tantangan. "Tantangan itu menyimpan nilai yang luar biasa dan sangat bermanfaat bagi semua orang," katanya.
Jika seorang mengatakan cinta itu sempurnah, berarti ada nilai yang harus ditunjukkan untuk dipertahankan dan dipertanggung jawabkan. Sehingga nilai tersebut tetap melekat dalam jiwa dan terus merawat cinta yang yang dimiliki. Bagi mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin ini, tantangan dalam hidup ini seperti cinta yang harus dihadapi dengan penuh kasih sayang. Sehingga tantangan itu tidak lagi menjadi makna yang sangat menyulitkan. Tapi menjadi sebuah nilai tanggung jawab yang terus melekat dalam kehidupan. Dengan ini segala sesuatu yang dianggap sulit untuk dikerjakan, tidak lagi menjadi penghalang. "Tak ada kesulitan dalam hidup ini bila segala sesuatunya dimaknai dengan rasa cinta," ucapnya.
Secara fisik gadis berambut panjang dan berombak ini sungguh tidak menyakinkan dalam memecahkan tantangan yang dihadapinya. Namun keputusan itu lahir dari penilaian yang dihasilkan oleh keterbatasan ide atau gagasan. Semasa kecilnya, ia pernah menghadapi tantangan yang membuatnya resah tak bersemangat. Tantangan itu tidak begitu penting untuk dipikirkan karena hanya berupa tari tradisional Jambi. Hari-harinya seperti hampa tak bermakna ketika keinginannya untuk menjadi penari profesional tak terwujud. Mimpi itu terus hadir setiap kali melihat para penari yang memainkan selendangnya dengan gerakan lembut mengikuti irama musik gendang dan seruling tradisional ala Jambi. "Saya minta papa dan mami untuk mencari guru tari tradisional. Saya akan belajar tari sampai dengan usia dewasa nanti," katanya.
Rasa sabarnya mengikuti perjalanan waktu yang terus berlalu. Usianya terus bertambah seiring dengan munculnya pikiran baru yang harus memecahkan tantangan yang menghalangi keinginan itu. Sikap ambisi untuk menjadi seorang penari tampak dari kegigihan dan kerja kerasnya. Hingga duduk dibangku sekolah dasar perjuangannya semakin berkobar-kobar dan terus melawan tantangan tersebut. Pada akhirnya ia mendapatkan kesempatan belajar menari bersama perempuan dewasa yang memang menekuni tari tradisional.
Ketika itu, gadis mungil ini duduk dibangku kelas V Sekolah Dasar. Kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik hingga menguasai sebagian gerakan tari tradisional tersebut. Setiap sore tanpa ayah, ia mendatangi sanggar tari yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Hobi tari ini ditekuninya samapai menjadi gadis dewasa yang cantik dengan penampilan feminim agun dan mempesona. Ketika hobi itu menjadi bagian dari hidupnya, dia pun sering mengikuti lomba antar sekolah saat dia duduk dibangku Sekolah Menegah Pertama (SMP). "Saya menganggap seni tari seperti filosofi hidupku. Sebab untuk menguasai setiap gerakan dibutuhkan kesabaran, keuletan yang penuh rasa cinta dan kasih sayang. Saya temukan makna kehidupan ketika saya menjadi seorang penari," ujarnya.
Namun tantangan yang dia hadapi tidak berakhir ketika sudah mengetahui gerakan dan ilmu tari tersebut. Seiring dengan kemajuan zaman dan teknology, justru ia kembali menghadapi tantangan besar. Tantangan ini menjadi ancaman baginya ketika seni tari tradisional perlahan-lahan ditinggalkan. Sebab kemajuan teknology dari zaman ke zaman melahirkan seni modern dengan gaya sensual yang merubah pola pikir generasi muda. Misalnya munculnya seni Rap, Dancer, dan kesenian modern lainya. Pengaruh seni modern ini seperti gaya baru (New Style) yang melahirkan beraneka ragam karakter dikalangan muda-mudi. Akibatnya generasi muda bangsa ini terhipnotis dengan seni hasil produksi barat ini menjadi alternatif untuk menjadi seorang keren dan tren. "Sebagai anak bangsa, saya harus berjuang mempertahankan seni dan budaya tradisional agar tidak tenggelam. Seni tari tradisonal harus tetap dilestarikan dan selalu mengemuka seiring perubahan zaman dan kemajuan teknology," ucapnya.
Untuk mengkampayekan seni tradisional yang dimiliki negeri ini agar tetap lestari, Visitcha, saat lulus Sekolah Menegah Atas (SMA), memutuskan untuk kuliah di luar daerahnya. Pada tahun 2008 lalu,dia memilih Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, untuk melanjutkan pendidikanya. Di Unhas, memilih Jurusan Ilmu Komunikasi yang ada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Melalui teman sekampusnya, ia berusaha mencari informasi komunitas penari tradisional yang ada di Makassar. Usahanya tak sia-sia karena menemukan sanggar seni tari tradisional Makassar. "Saya pun bergabung untuk belajar tari tradisional Makassar. Setiap kali ada kesempatan, saya juga memperkenalkan tari tradisional Jambi," kata duta seni tari tradisional ini.
Perjuangan gadis kecil untuk menjadi penari profesional dengan menekuni tarian tradisional harus melewati beberapa tantangan. Namun tantangan itu bukan hal yang harus benci, tapi harus dicintai. Prinsip ini menjadi sebauh alternatif untuk menemukan jalan keluar terhadap beberapa tantangan untuk menemukan sanggar seni tari yang dimimpikan.
Baginya seni tari menjadi filosofi hidup karena mengandung makna keindahan dan nilai-nilai kebijaksanaan.
Sebagai perempuan, saya telah menemukan jati diri dalam setiap gerak dan irama tari tradisonal.
SAHRUL
Comments