Skip to main content

BATE SALAPANG, BERSATUNYA PERSERIKATAN

-Perbedaan pendapat dua putra raja Gowa soal sejarah

Jari-jemari yang sudah keriput itu membuka lembaran buku yang diambil dari lemari. Ia lalu menunjukkan isinya, yang bercerita tentang sejarah Kerajaan Gowa. "Inilah buku sejarah Kerajaan Gowa. Mitos kemunculan Raja Gowa pertama ada di buku ini," kata Abdul Razak Daeng Jarung Daengta Gallarang Tombolo, 67 tahun, salah satu dari anggota dewan adat Gowa, yang tergabung dalam Bate Salapang.

Apa dan bagaimana Bate Salapang terbentuk tak lepas dari sejarah yang diceritakan dalam buku-buku berjudul Syair Perang Makassar di Zaman Kerajaan, sejarah tentang Kerajaan Gowa/Makassar, Makassar Abad XIX, dan buku Masyarakat Adat Gowa, yang ditunjukkan Razak pekan lalu di kediamannya.



Dalam sejarah diceritakan, Bate Salapang terbentuk pada masa Gowa purba. Bate Salapang adalah raja-raja di sembilan kerajaan kecil yang berada di wilayah Kerajaan Gowa. Razak menceritakan, kerajaan kecil itu berdiri sekitar abad XIII atau sekitar 1300-an Masehi.

Menurut almarhum Profesor Mattulada, sejarawan Sulawesi Selatan, Bate Salapang berfungsi sebagai dewan pengontrol, yang berhak memilih, mengangkat, bahkan menurunkan raja, jika jalannya pemerintahan tidak sesuai dengan undang-undang kerajaan. Undang-undang Kerajaan Gowa tersebut, menurut Mattulada, adalah undang-undang dasar tertulis yang tertua di Asia Tenggara. Undang-undang itu dikenal dengan nama Aru'na Bate Salapang, artinya ikrar Bate Salapang.

Awalnya, kata Razak, Bate Salapang bisa hidup berdampingan secara damai. Namun, lama-kelamaan muncul perselisihan yang dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memperlihatkan kekuatan masing-masing. "Di sinilah awalnya para raja (Bate) sepakat memilih satu orang untuk menjadi pemimpin (Ketua Bate) guna mengatasi konflik berkepanjangan. Pemimpin yang mereka pilih diberi gelar Paccallaya," ucap Razak.

Sembilan wilayah yang tergabung dalam Bate Salapang adalah Tombolo, Parang-parang, Lakiung, Bissei, Data, Kalling, Serro, Samata, dan Agang Jekne. Kini sembilan wilayah ini berubah menjadi kecamatan di zaman pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Razak, dulu, perayaan adat budaya dilaksanakan masing-masing kerajaan sebab perselisihan di antara mereka belum benar-benar mereda.

Masing-masing Bate memiliki simbol tersendiri. Misalnya Tombolo, memiliki dua lambang, yakni Buli-bulina Mangasa (burung yang menyerupai elang) dan lambang ayam. Sedangkan Samata berlambang limpang. Mereka juga mempunyai panji perang, seperti tombak, pedang pusaka, kalewang panjang, dan beberapa peralatan perang dari Inggris. Ada juga harta benda milik mereka, misalnya guci dari emas dan batik.

Meski telah ada Paccallaya, "Masih ada konflik di antara mereka," kata Razak. Akhirnya, di tengah perselisihan, muncul seorang perempuan yang tak diketahui asal-usulnya. Perempuan ini diyakini oleh Paccallaya sebagai raja yang dapat menciptakan perdamaian dan persatuan. Perempuan itu diberi nama Tumanurung, yang berarti dewa atau pemimpin yang turun dari langit. Ia pun diangkat sebagai raja pertama Gowa yang memerintah pada 1300.

Kemunculan Tumanurung mengakhiri perseteruan Bate Salapang. Pemerintahan pun berjalan damai dalam kebersamaan. Perayaan adat budaya dilakukan serentak. Demikian pula saat mereka menghadapi penjajahan Belanda.

Sistem kerajaan ini berakhir sampai masa pemerintahan Raja Gowa ke-36, Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960). Kerajaan ini kemudian berubah bentuk menjadi kabupaten di bawah pemerintahan bupati. Sebagai raja terakhir, Andi Idjo Daeng Mattawang sekaligus menjadi bupati pertama yang memimpin Gowa. "Ia meninggal di Jongaya pada 1978," Razak melanjutkan.

Peralihan sistem pemerintahan membuat proses pemilihan kepala daerah atau bupati pun berubah. Dulu, kata Razak, pengangkatan raja maupun kepala daerah oleh Bate Salapang sangatlah sakral. Saat ini kesakralan itu masih dipertahankan oleh Bate Salapang, meski wewenang mereka tidak lagi berada pada wilayah pelaksanaan pemerintahan.

"Hanya pada urusan pengembangan adat dan budaya upacara kerajaan yang masih sangat sakral. Kami dari Bate Salapang yang berperan aktif terhadap itu," katanya.

Untuk menentukan dewan adat yang duduk di Bate Salapang, kata Razak, biasanya ditunjuk oleh Bate masing-masing secara turun-temurun kepada anak laki-laki. "Kalau tidak ada anak laki-laki, digantikan dengan anak mantu laki-laki. Mereka sendiri yang langsung menunjuk penggantinya," kata Razak. SAHRUL

Pernah Memilih 15 Calon Raja

Raut wajah Abdul Razak Daeng Jarung Daengta Gallarang Tombolo terlihat kesal saat mengetahui ada perseteruan dua putra Raja Gowa. Mereka yang berseteru adalah Andi Maddusila Andi Idjo dan adik kandungnya, Andi Kumala Andi Idjo. Keduanya adalah putra raja terakhir Gowa yang ke-36, Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin.

Kedua putra raja tersebut mengklaim dirinya resmi didukung Bate Salapang. Saat ditanya perihal dukungan itu, Razak mengatakan, Dewan Adat Bate Salapang tidak mempersoalkannya. Alasannya, setiap keturunan atau keluarga inti Bate Salapang sah sebagai keturunan raja, yang berarti boleh memberi dukungan kepada putra Raja Gowa.

"Semua keluarga Bate Salapang sah saja memberikan dukungan kepada anak raja. Tapi Dewan Adat yang resmi berdasarkan pengakuan pemerintah saat ini adalah Bate Salapang yang saya pimpin," ujar Razak.

Pria kelahiran 1943 ini menceritakan, pada 2007, Bate Salapang pernah berunding untuk mencari figur raja. Ada 15 orang dipilih yang semuanya merupakan keturunan Raja Gowa. Namun kebanyakan dari mereka dianggap gugur karena memiliki kekurangan dalam hal jiwa kepemimpinan, jiwa kepemilikan kerajaan, dan jiwa hubungan dengan masyarakat. Mereka juga kerap berselisih karena soal politik sejak pemilihan bupati pertama. Di tahun yang sama, Bate Salapang versi pemerintah ini akhirnya mengangkat Andi Kumala Andi Idjo sebagai putra mahkota.

Meski mengakui semua dukungan terhadap dua putra raja yang berselisih, Razak tetap mengimbau dua kakak-adik ini, Maddusila dan Kumala, agar bersatu. Ajakan serupa sudah diajukan Maddusila, yang kini memiliki gelar Andi Maddusila Karaeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II. Tapi Kumala menolak bergabung dan menganggap pelantikan Maddusila sebagai Raja Gowa ke-37 adalah ilegal.

Adapun dewan adat Bate Salapang saat ini menurut Razak, seperti diakui pemerintah kabupaten Gowa, tetap berjumlah sembilan orang. Namun agar komunikasi antar generasi tak terputus, jumlahnya kini ditambah empat orang dari generasi yang lebih muda sehingga jumlahnya menjadi 13 orang. SAHRUL

Comments

Popular posts from this blog

Seharusnya "Kopi" Jadi Simbol Perlawanan

Di sebuah kedai kopi petang itu. Suasana begitu riuh  tatkala pengujung di salah satu deretan meja kedai itu tertawa lepas setelah berujar. Mungkin mereka sedang berbagi pengalaman, entalah: yang pasti mereka sekelompok orang dengan perawakan mapan dan kekinian tampak bahagia dengan segelas kopi. Ada canda, ada tawa, ada pula diskusi, mungkin  juga mereka sedang membicarakan bisnis. Kedai Kopi, kini jadi salah satu pilihan untuk nongkrong-menghabiskan waktu dan uang bahkan tempat para pembual.

Suku Betawi Yang Tersingkir dari Ibu Kota

Jakarta, lebih dekat dengan suku Betawi, karena mereka mengkalim dirinya sebagai suku asli. Sekitar pukul 07 pagi, saya bertemu dengan salah seorang tukang ojek yang mangkal di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tidak jauh dari kantor TEMPO. Mansyur, nama tukang ojek ini dan mengaku orang Betawi tulen. Pagi itu, saya ditugaskan untuk meliput acara Menteri Kelautan dan Perikanan, oleh Redaktur Ekonomi dan Bisnis, harian TEMPO. Karena saya baru di Jakarta, tentu saya bingung dimana alamat kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut.

Kolema, Holiwood Bau-Bau

Jika anda belum pernah melihat langsung Landamark Holliwood di Los Angeles, Amerika Seri, anda tak perlau jauh-jauh ke sana. Sebab, Landamark bergengsi dunia itu, anda bisa temui di Kota Baubau. Tulisan Baubau, yang memanjang di atas Bukit Kolema, benar-benar menyerupai tulisan Holliwood di Los Angeles-Amerika. Bukit Kolema terletak sekitar lima kilo meter arah Timur kota Bauabu dengan ketinggian sekitar  lebih dari  seratisan meter dari permukaan laut. Di puncak bukit itu dibangun pelataran gantung  (taman) dan satu tembok bertuliskan ”Baubau” sepanjang 30 meter dan tinggi 15 meter. Tulisan Baubau, terlihat jelas dari kejauhan, khusnya dilihat ketika anda berada di tengah laut. Dengan letak yang menghadap ke barat seakan menyambut kedatangan anda di kota Baubau yang semerbak Dahulu, taman gantung bukit Kolema hanya dikenal hanya beruap jurang yang curam dan ditumbuhi semak belukar, serta terkenal angker. Di lokasi ini juga sering terjadi kecelakaan yang diduga disebab