Skip to main content

Dana Desa Menguji Jokowi


Oleh: Sahrul
Ada yang salah dalam tatakelola pemerintahan kita hari ini. Kalimat ini merupakan bagian yang penting yang diulas di setiap mimbar diskursus oleh para ahli, pengamat maupun politisi. Program pemerintah pusat dengan visi misi membangun desa menjadi mantra sang penguasa yang di ulang-ulang saja. Sejak diluncurkannya program dana desa pada tahun 2014 silam, sepertinya menjadi pintu baru bagi para mafia di negeri ini untuk menggerogoti uang negara menjadi pundi-pundi kekayaan pribadi atau kelompok tertentu.

Dana desa dalam program nawacita presiden Jokowi bicara tentang kesejahteraan masyarakat desa dan membangun Indonesia dari desa. Apakah yang sebenarnya kita ketahui tentang dana desa dan nawacita presiden?. Kata itu, seperti bagian penting yang keluar dari seorang penyihir, punya efek yang kuat, tapi tak punya arti yang jelas. Membangun Indonesia dari Desa, triliunan rupiah uang negara di kucurkan untuk seluruh desa di republik ini tapi justru uang itu menjadi ladang bagi para mafia yang bersemayam di balik kekuasaan, baik tingkat pusat, daerah sampai kekuasaan yang ada di desa. Selain itu, mafia dana desa juga berkamoflase di balik lembaga penegak hukum.

Sungguh ini sangat mencengangkan tatkala Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menagkap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Bupati Pamekasan, dan salah satu Kepala Desa di daerah tersebut dalam kasus dugaan korupsi dana desa. Selain di daerah Jawa Timur, kasus penyalahgunaan dana desa juga terjadi di daerah lain yaitu enam kepala desa di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan korupsi penyalahgunaan dana desa pada tahun 2015. Untuk di Sulawesi Tenggara, Kejaksaan juga tengah menyidik beberapa kepala desa dalam dugaan penyalahgunaan dana desa yaitu Kepala Desa (Kades) Warinta, Kecamatan Pasarwajo, Ridwan, dan beberapa desa di Konawe Selatan.

Fenomena korupsi dalam program dana desa kian menguatkan opini bahwa pengelolaan dana desa menjadi lahan basah bagi oknum kepala daerah, kepala desa dan instasi penegak hukum yang bermental korup untuk menjarah uang rakyat. Sepertinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah diuji dengan program dana desa yang ia yakini mampu memajukan Indonesia dari desa dan melepaskan kemiskinan yang terjadi di desa. Namun, fakta berkata lain. Di beberapa daerah khususnya masyarakat beberapa desa secara tegas mengaku tidak merasakan manfaat dana desa. Penulis juga menemukan beberapa fakta yang terjadi di desa bahwa terdapat oknum kepala desa kerap melakukan konspirasi dengan oknum pejabat daerah dalam kasus perencanaan program desa, termasuk kerjasama kongkalingkong administrasi yang kerap selesai di meja oknum birokrasi daerah.

Program dana desa Jokowi sukses membuat orang terkesima, bersemangat dan tunduk dalam ruang kemunafikan. Dana desa sungguh menjadi sebait mantra yang menghilangkan akal sehat, bahkan menjadi energi baru bagi para mafia untuk lupa diri. Kendati Jokowi dengan sejuta gagasannya untuk mensukseskan programnya, ia tetap kalah saing dengan strategi para mafia yang merampok uang desa. Perampokan uang negara ini dilakukan secara sistemik, bahkan melalui program dana desa ini-kepala desa menjadi raja-raja kecil yang memiliki kuasa melebihi kuasa presiden. Pendamping Desa berperan sebagai pihak yang menfasilitasi pelaksanaan program itu juga dianggap sebagai musuh kepala desa bahkan aparat birokrasi pemerinrah daerah. Pendamping dianggap sebagai orang yang memata-matai kepala desa.

Program Jokowi tak seharusnya berakhir targis akibat hasrat orang-orang kotor yang bermental korup. Jokowi harus kembali mengkaji strategi penyaluran dan pelaksanaan program dana desa, termasuk pengawasannya. Pemerintah harus menambah kewenangan pendamping desa untuk mengawal secara penuh penggunaan dana desa. Sebab, selama ini pendamping bekerja tidak lebih dari sekedar menfasilitasi dengan kewenangan yang amat terbatas. Realisasi program terkesan sebagai produk gagal dan tidak berdampak pada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa.

Hal ini terjadi karena kepala desa memiliki kewenangan lebih untuk menentukan usulan program yang lebih menguntungkan ketimbang cita-cita membangun desa.

Masalah lain yang menurut penulis perlu di evaluasi oleh pemerintah pusat adalah tranfer dana desa yang masuk di kas daerah. Mengapa uang desa yang masuk di kas daerah selalu menjadi masalah bahkan rentan dengan penggelapan?. Jawabannya adalah pemerintah daerah tidak langsung mencairkan dana milik desa itu dengan alasan regulasi. Bupati harus merancang peraturan bupati (Perbub) yang mengatur realisasi penggunaan dana desa tersebut. Sebetulnya, hal ini bukanlah hal salah, tapi suati regulasi yang berbelit-belit dan cenderung membuka ruang/cela untuk penyalahgunaan dana desa tersebut. Seharusnya, pemerintah pusat membentuk lembaga Adhock khusus menangani program dana desa yang dibantu oleh pendamping profesional yang sudah ada. Mengenai sistem perencanaannya akan disinergikan dengan sistem perencanaan kabupaten agar tidak tumpah tindah. Maksudnya adalah pemerintah daerah harus mensosialisasikan perencanaan yang di danai oleh APBD di desa-desa agar tidak tumpah tindih dengan perencanaan yang di danai oleh dana desa.





Comments

Popular posts from this blog

Seharusnya "Kopi" Jadi Simbol Perlawanan

Di sebuah kedai kopi petang itu. Suasana begitu riuh  tatkala pengujung di salah satu deretan meja kedai itu tertawa lepas setelah berujar. Mungkin mereka sedang berbagi pengalaman, entalah: yang pasti mereka sekelompok orang dengan perawakan mapan dan kekinian tampak bahagia dengan segelas kopi. Ada canda, ada tawa, ada pula diskusi, mungkin  juga mereka sedang membicarakan bisnis. Kedai Kopi, kini jadi salah satu pilihan untuk nongkrong-menghabiskan waktu dan uang bahkan tempat para pembual.

Suku Betawi Yang Tersingkir dari Ibu Kota

Jakarta, lebih dekat dengan suku Betawi, karena mereka mengkalim dirinya sebagai suku asli. Sekitar pukul 07 pagi, saya bertemu dengan salah seorang tukang ojek yang mangkal di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tidak jauh dari kantor TEMPO. Mansyur, nama tukang ojek ini dan mengaku orang Betawi tulen. Pagi itu, saya ditugaskan untuk meliput acara Menteri Kelautan dan Perikanan, oleh Redaktur Ekonomi dan Bisnis, harian TEMPO. Karena saya baru di Jakarta, tentu saya bingung dimana alamat kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut.

Kolema, Holiwood Bau-Bau

Jika anda belum pernah melihat langsung Landamark Holliwood di Los Angeles, Amerika Seri, anda tak perlau jauh-jauh ke sana. Sebab, Landamark bergengsi dunia itu, anda bisa temui di Kota Baubau. Tulisan Baubau, yang memanjang di atas Bukit Kolema, benar-benar menyerupai tulisan Holliwood di Los Angeles-Amerika. Bukit Kolema terletak sekitar lima kilo meter arah Timur kota Bauabu dengan ketinggian sekitar  lebih dari  seratisan meter dari permukaan laut. Di puncak bukit itu dibangun pelataran gantung  (taman) dan satu tembok bertuliskan ”Baubau” sepanjang 30 meter dan tinggi 15 meter. Tulisan Baubau, terlihat jelas dari kejauhan, khusnya dilihat ketika anda berada di tengah laut. Dengan letak yang menghadap ke barat seakan menyambut kedatangan anda di kota Baubau yang semerbak Dahulu, taman gantung bukit Kolema hanya dikenal hanya beruap jurang yang curam dan ditumbuhi semak belukar, serta terkenal angker. Di lokasi ini juga sering terjadi kecelakaan yang diduga disebab