Ia tetap abadi. Selalu hidup sepanjang zaman—juga di alam Bakah nan abadi. Hidup tak berarti selamanya nyata--hanya bisa dilihat; disaksikan oleh dua bola mata Manusia. Bahkan tak ada mati sesungguhnya. Melainkan sebuah perjalanan panjang menuju ke alam yang kekal—sebuah alam tempat berpulangnya semua yang hidup, yang bernyawa. Itulah alam sang Khalik. Dia perempuan yang aku cintai, juga saudara-saudaraku, terutama ayahku. Keluarga besarku, dan para kerabat, juga mencintainya. Dia lah perempuan yang kami rindukan, yang mereka rindukan. Ibu kami tercinta; kini engkau telah pergi dan tak mungkin kembali lagi. Engkau tak mati—selalu hidup, hidup bersama kami, bersama orang-orang yang menyayangimu.
Kematian menjadi momen yang mengangumkan bagimu, tetapi tidak benar-benar istimewa bagi yang ditinggalkan di dunia. Isak tangis, sedih membelenggu hingga di jiwa seolah tak merelakan kepergianmu.
“Kita bisa melakukan apa saja yang kita inginkan di dunia
Hingga pada waktunya, saya, dia, kamu—kita mati satu-satu
Bagi awan, langit, dan bintang-bintang tak benar-benar aneh ketika masa itu tiba
Beginilah hidup lalu kembali”
Setahun sudah engkau pergi. Tapi, bagi kami kepergian itu tidak seperti direnggut oleh-Nya. Nyanyian merdu tat kala kami baru menyalami Bumi, masih benar-benar nyaring dibalik gendang telinga. Kasih sayangmu masih terasa dalam kalbu. Kami anak-anakmu masih bersamamu.
“Bahagialah di tempat paling tinggi di sisi-Nya”.
Comments