foto/JPPN
Surat panggilan itu. Nur Alam, pernah mendapatkan surat panggilan yang sama, tapi tak membuat ia gentar. Ia bukan seorang penjahat yang harus takut atas sangkaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dirinya. Namun, lima (5) komisioner anti rasuah itu bersepakat untuk menjadikan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sulltra) ini sebagai tersangka pada tanggal 15 Agustus 2016 silam dalam dugaan penyalah gunaan wewenang.
Gubernur Sultra dua periode ini diduga memperkaya diri sendiri setelah mengeluarkan persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, persetujuan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi, dan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah. Demikian fakta yang ditemukan penyidik KPK terhadap kekasih Tina Nur Alam ini saat diperiksa tim penyidik. Kendati telah menjadi tersangka, ia masih selamat dari rompi orange saat itu.
Maqdir Ismail pasang badan. Ia tak sendiri untuk menjadi benteng pertahanan sang gubernur, melaikan bersama sejumlah orang yang layak jadi benteng yang kokoh. Dalam istila hukum, keberadaan Muqdir dan partners adalah tim pengacara yang siap membela kliennya dengan sedemikian rupa caranya. Salah satu langkah tim kuasa hukum membela kliennya adalah mengajukan praperadilan atas status tersangka kliennya, hingga akhirnya ditolak oleh majelis hakim. Saya menganggap tim kuasa hukum ini sebagai benteng yang kokoh berdiri atas nama keadilan. Mungkin itulah sebabnya Nur Alam masih bebas menghirup udara segar selama 1 (satu) tahun setelah ia dinyatakan sebagai tersangka.
Kini, surat panggilan itu datang lagi. Nur Alam kembali gundah setelah ia memahami isi surat itu. Ia terdiam-mungkin juga kalap. Isi surat itu menghentak jiwa hingga kalut membunuh akal sehat. Nur Alam segera beranjak, bersiap-siap tanpa mengemas keperluan yang tak begitu penting menuju Bandara Haluoleo. Ia memenuhi panggilan KPK. Ia tiba di komisi anti korupsi itu sekitar pukul 16.00 WIB dengan perawakan yang tak seperti biasanya. Ia diam saja dan lebih banyak melambaikan tangan di hadapan pemburu berita (Wartawan). Pemeriksaan kali ini menjadi ujian terhadap benteng pertahanan sang gubernur.
rakyat sultra
Sanak famili beserta para loyalis tampak cemas, panik bercampur takut menunggu Nur Alam keluar dari ruang pemeriksaan. Di luar dugaan, Nur Alam muncul dengan mengenakan rompi Orange bertuliskan Tahanan KPK di belakangnya. Penahanan gubernur yang periodenya sebentar lagi berakhir ini menjadi duka bagi rakyat Sulawesi Tenggara. Peristiwa ini akan menjadi kisah "Nur Alam dalam cerita benteng yang rapuh". Dunia maya ramai dengan ungkapan keprihatinan, belansungkawa atas musiba yang menimpa orang nomor satu Sultra itu. Ada yang berduka, adapula yang bahagia, bahkan mencibir orang yang telah berjasa itu, meski sebagian orang menganggap Nur Alam tidak berhasil membangun Sultra.
foto/anoatime
Bahagia mereka, duka bagi sanak famili Nur Alam. Tapi, mereka lupa bahwa ada sisi yang luar biasa dari sosok Nur Alam yang harus diapresiasi. Ia sangat kooperatif dalam menjalani proses hukum yang menjeratnya. Penahanan Nur Alam tidak bisa dijustifikasi sebagai orang yang bersalah. Sebab masih ada proses peradilan untuk menentukan ia bersalah atau tidak. Seharusnya kita tetap menghargai azas praduga tak bersalah dan yang paling penting menghormati Nur Alam sebagai pemimpin kita di Sultra. Satu hal patut diapresiasi dari mantan Wakil Ketua DPRD Sultra itu bahwa ia tokoh yang sadar hukum. Penahanan dirinya sebagai bukti bahwa ia siap mempertanggungjawabkan seluruh hal yang di sangkaka jika pengadilan memvonisnya bersalah.
"Bagi keluarga Gubernur Nur Alam, tetaplah bersyukur atas kesedihan yang menimpa. Sebab, itu adalah penderitaan yang mengajari kita untuk lebih baik lagi"***
Surat panggilan itu. Nur Alam, pernah mendapatkan surat panggilan yang sama, tapi tak membuat ia gentar. Ia bukan seorang penjahat yang harus takut atas sangkaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dirinya. Namun, lima (5) komisioner anti rasuah itu bersepakat untuk menjadikan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sulltra) ini sebagai tersangka pada tanggal 15 Agustus 2016 silam dalam dugaan penyalah gunaan wewenang.
Gubernur Sultra dua periode ini diduga memperkaya diri sendiri setelah mengeluarkan persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, persetujuan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi, dan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah. Demikian fakta yang ditemukan penyidik KPK terhadap kekasih Tina Nur Alam ini saat diperiksa tim penyidik. Kendati telah menjadi tersangka, ia masih selamat dari rompi orange saat itu.
Maqdir Ismail pasang badan. Ia tak sendiri untuk menjadi benteng pertahanan sang gubernur, melaikan bersama sejumlah orang yang layak jadi benteng yang kokoh. Dalam istila hukum, keberadaan Muqdir dan partners adalah tim pengacara yang siap membela kliennya dengan sedemikian rupa caranya. Salah satu langkah tim kuasa hukum membela kliennya adalah mengajukan praperadilan atas status tersangka kliennya, hingga akhirnya ditolak oleh majelis hakim. Saya menganggap tim kuasa hukum ini sebagai benteng yang kokoh berdiri atas nama keadilan. Mungkin itulah sebabnya Nur Alam masih bebas menghirup udara segar selama 1 (satu) tahun setelah ia dinyatakan sebagai tersangka.
Kini, surat panggilan itu datang lagi. Nur Alam kembali gundah setelah ia memahami isi surat itu. Ia terdiam-mungkin juga kalap. Isi surat itu menghentak jiwa hingga kalut membunuh akal sehat. Nur Alam segera beranjak, bersiap-siap tanpa mengemas keperluan yang tak begitu penting menuju Bandara Haluoleo. Ia memenuhi panggilan KPK. Ia tiba di komisi anti korupsi itu sekitar pukul 16.00 WIB dengan perawakan yang tak seperti biasanya. Ia diam saja dan lebih banyak melambaikan tangan di hadapan pemburu berita (Wartawan). Pemeriksaan kali ini menjadi ujian terhadap benteng pertahanan sang gubernur.
rakyat sultra
Sanak famili beserta para loyalis tampak cemas, panik bercampur takut menunggu Nur Alam keluar dari ruang pemeriksaan. Di luar dugaan, Nur Alam muncul dengan mengenakan rompi Orange bertuliskan Tahanan KPK di belakangnya. Penahanan gubernur yang periodenya sebentar lagi berakhir ini menjadi duka bagi rakyat Sulawesi Tenggara. Peristiwa ini akan menjadi kisah "Nur Alam dalam cerita benteng yang rapuh". Dunia maya ramai dengan ungkapan keprihatinan, belansungkawa atas musiba yang menimpa orang nomor satu Sultra itu. Ada yang berduka, adapula yang bahagia, bahkan mencibir orang yang telah berjasa itu, meski sebagian orang menganggap Nur Alam tidak berhasil membangun Sultra.
foto/anoatime
Bahagia mereka, duka bagi sanak famili Nur Alam. Tapi, mereka lupa bahwa ada sisi yang luar biasa dari sosok Nur Alam yang harus diapresiasi. Ia sangat kooperatif dalam menjalani proses hukum yang menjeratnya. Penahanan Nur Alam tidak bisa dijustifikasi sebagai orang yang bersalah. Sebab masih ada proses peradilan untuk menentukan ia bersalah atau tidak. Seharusnya kita tetap menghargai azas praduga tak bersalah dan yang paling penting menghormati Nur Alam sebagai pemimpin kita di Sultra. Satu hal patut diapresiasi dari mantan Wakil Ketua DPRD Sultra itu bahwa ia tokoh yang sadar hukum. Penahanan dirinya sebagai bukti bahwa ia siap mempertanggungjawabkan seluruh hal yang di sangkaka jika pengadilan memvonisnya bersalah.
"Bagi keluarga Gubernur Nur Alam, tetaplah bersyukur atas kesedihan yang menimpa. Sebab, itu adalah penderitaan yang mengajari kita untuk lebih baik lagi"***
Comments