Skip to main content

Mereka Yang Tua Itu Datang Lagi

Mereka tak benar-benar lelah. Kendati sedang memainkan lakon di beberapa panggung, tapi hasrat itu tak lekang oleh waktu meski usia hampir mencapai puncak. Entah saya harus memulainya dari mana untuk menyebut nama-nama itu yang kini mulai menghiasi di setiap sudut maupun dinding di kota-kota itu. Mungkin juga bergentayangan di setiap pelosok yang tak berdinamika. Panggung demokrasi sepertinya memacu adrenalin mereka hingga gelap mata untuk tetap meraih ambisi kekuasaan dalam kontestasi pemilihan gubernur Sulawesi Tenggara 2018. Mereka yang sudah berada diambang senja itu adalah Lukman Abunawas, Ridwan Bae, Ali Masi, Hugua, Sjafei Kahar.

Sangat elok rasanya jika saya menyebut mereka telah menurunkan firman kebaikan saat mereka masih muda dulu. Mereka para pesohor yang memimpin daerahnya selama dua periode. Ada banyak prestasi yang telah ditorehkan, tapi tidak sedikit juga kemunafikan yang dibingkai dalam konspirasi politik yang menghianati hak rakyat di daerahnya masing-masing. Sebut saja, janji-jani politik saat mereka berkuasa mungkin lebih banyak yang tak terlaksana. Begitulah dinamikanya sebagai resiko dalam panggung politik. Ada yang tulus ada pula yang membual. Rupanya semua itu terjadi karena gagalnya elit politik, birokrasi dan lembaga kemasyarakatan serta partai politik dalam memberikan pendidikan politik terhadap rakyat.



Hari ini adalah era baru dan menjadi panggung bagi kaum muda untuk merubah tatanan sosial dan pelaksanaan pemerintahan yang pro rakyat. Zaman ini tidak lagi membutuhkan label ketokohan kelompok tua karena telah memegang kekuasaan. Pola membangun ketokohan dengan label jabatan sebenarnya ketokohan palsu. Sebab, mereka sukses memperalat kekuasaanya sebagai gerakan pencintraan. Saya tidak menyebut ketokohan seperti ini adalah Asrun dan Rusda Mahmud. Sekalipun keduanya benar sebagai tokoh yang telah memangku jabatan sebagai kepala daerah, yang hari ini menjadikan jabatan nya sebagai senjata dalam menaikan elektabilitasnya. Bahkan di usia mereka yang sudah tidak produktif lagi terus memoles dirinya hingga melampaui kebenaran sesungguhnya.

Pemain lama yang tak muda lagi itu menurut Agustinus dalam teori politiknya menjelaskan bahwa kekuasaan bagaikan keangkuhan dengan berbagai kejahatan. Oleh karena itu, jika kelompok tua masih berkuasa berarti kita membiarkan mereka membunuh regenerasi pada kaum muda. Tugas kita sebagai generasi muda harus merubah minsed masyarakat bahwa pemimpin muda masih memiliki kemurnian gagasan untuk membangun daerah daripada mempertahankan status quo. Yang muda harus mempin untuk menyelamatkan generasi dari dominasi kelompok tua yang haus kekuasaan.

Sulawesi Tenggara dalam beberapa dekade kekuasaan masih jauh tertinggal dengan daerah-darah lain di Indonesia. Di antara nama-nama dari kelompok tua itu tidak ada satupun yang memiliki gagasan bagaimana daerah ini bisa bersaing dengan daerah lain dan menjadi terpandang, termasuk Asrun dan Rusda Mahmud. Ridwan Bae, Tina Nur Alam, La Ode Ida, Amirul Tamin  seharusnya tidak perlu berfikir untuk menjadi calon gubernur. Sebab, mereka yang sudah terlanjur memiliki kekuasaan di pusat pemerintahan Negara ini bisa menjadi mesin untuk mempercepat pembangunan di Sultra. Mungkin tepat gagasan yang diurai oleh salah satu figur muda Abdul Rahman Farisi (ARF) yang menyebut Sultra ini harus bergerak dua kali lebih cepat.

Maksudanya, mereka yang memiliki kekuasaan di Jakarta ibarat mesin yang harus memiliki kakuatan dua kali lebih cepat untuk kemajuan pembangunan. Mereka dengan kewenangannya dapat membawa uang dari Jakarta ke Sultra, mereka harus mampu meyakinkan investor untuk datang mebawa uangnya di Sultra. Namun, faktanya mereka tak memiliki gagasan itu, sementara untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan butuh pemimpin yang memiliki gagasan (visi misi) yang baik. Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin muda yang cerdas, energik dan visioner. Rakyat harus mendukung calon pemimpin muda dan meninggalkan mereka yang tua karena tidak produktif lagi.




Comments

Popular posts from this blog

Menakar Peluang Tiga Pasangan Cagub Sultra

Kompetisi awal telah usai. Tiga pasangan calon gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mastikan diri sebagai kontestan dalam gelanggang pemilihan gubernur (Pilgub) 2018 setelah menyerahkan tiket ke KPUD Sultra. Mereka adalah Ali Mazi-Lukman Abunawas ( AMAN), Rusda Mahmud-Sjafei Kahar ( RM-SK) dan Asrun-Hugua ( SURGA). Tiga pasangan calon gubernur (Cagub) ini disokong oleh kekuatan besar di republik ini. AMAN merepresentasi kekuatan Airlangga Hartato sebagai Ketua Umum Partai Golkat, Surya Paloh sebagai Ketua Partai Nasdem. Pasangan RM-SK merepresentasi kekuatan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB. Dan SURGA juga dibekingi dua kekuatan besar yaitu Joko Widodo (Presiden aktif) dan Mega Wati Soekarno Putri yang juga mantan Presiden sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan, termasuk Zulkifli Hasan Ketua Umum PAN yang juga mumpuni ketokohannya. Tapi, ada hal yang menggelitik dalam koalisi gemuk pasangan c...

“Kerinduan”

Ia tetap abadi. Selalu hidup sepanjang zaman—juga di alam Bakah nan abadi. Hidup tak berarti selamanya nyata--hanya bisa dilihat; disaksikan oleh dua bola mata Manusia. Bahkan tak ada mati sesungguhnya. Melainkan sebuah perjalanan panjang menuju ke alam yang kekal—sebuah alam tempat berpulangnya semua yang hidup, yang bernyawa. Itulah alam sang Khalik. Dia perempuan yang aku cintai, juga saudara-saudaraku, terutama ayahku. Keluarga besarku, dan para kerabat, juga mencintainya. Dia lah perempuan yang kami rindukan, yang mereka rindukan. Ibu kami tercinta; kini engkau telah pergi dan tak mungkin kembali lagi. Engkau tak mati—selalu hidup, hidup bersama kami, bersama orang-orang yang menyayangimu. Kematian menjadi momen yang mengangumkan bagimu, tetapi tidak benar-benar istimewa bagi yang ditinggalkan di dunia. Isak tangis, sedih membelenggu hingga di jiwa seolah tak merelakan kepergianmu.  “Kita bisa melakukan apa saja yang kita inginkan di dunia Hingga pada waktunya, saya, dia,...

Lampu Merah Nyawa Bocah Jalanan

Memegang secarik kertas atau koran, bocah-bocah itu berlarian menghampiri pengguna jalan yang berhenti sejenak karena lampu merah. Tersenyum tipis bocah ini menawarkan koran atau kertas yang disimpanya dalam map merah bertuliskan bantuan untuk panti asuhan kepada para pengendara mobil dan motor. "Minta uangnya pak. Beli koran pak, harganya seribu rupiah," begitu kata-kata Boy, salah satu bocah 3 tahun, saat menawarkan koran atau meminta sumbangan kepada para dermawan. Entah bagaimana bocah malang ini bisa mendapatkan koran atau kertas daftar sumbangan panti asuhan itu???. Dengan percaya diri, setiap kali pergantian lampu rambu lalulintas, serentak mendatangi satu persatu para pengemudi itu. Demi mendapatkan uang, bocah ini tak lagi mempedulikan keselamatanya ketika berjalan ditengah ratusan kendaraan yang melintas di jalan itu. Apakah ini tindakan konyol tak berguna atau karena pikiran mereka yang masih polos sehingga uang seribu jauh lebih berharga daripada nyawanya. Dari ...