Skip to main content

Menguak Kebenaran Melalui Jurnalisme Sastrawi

Di ujung pena ini, kebenaran itu akan terkuak dengan gamblang. Karena di setiap goresan itu akan mengungkap makna yang sebenarnya; tidak hanya sekedar mendikte mereka yang telah bertutur tapi kita melihat suatu peristiwa itu dalam sudut pandang yang berbeda. Inilah tugas berat Jurnalis yang tidak sekedar menyajikan informasi atas suatu peristiwa melainkan ia bertindak sebagai yang mungkin Dewa dalam mengungkap kemunafikan di ruang sosial. Ada sejumlah peristiwa bahkan fenomena yang tak lazim  di Negeri ini yang dampaknya tidak main-main. Sebagian mengancam jiwa dan lebihnya menelan jiwa.


Dibalik peristiwa ini pun sebagian penuh dengan rekayasa hanya untuk menyelematkan seorang yang mungkin itu orang penting di Bangsa ini. Peran Jurnalis terhadap ilustrasi ini adalah tidak sekedar melaporkan ia sedang melihat apa melaikan ia melakukan penelusuran secara mendalam. Hingga ia dapat menelisik mengapa mereka melakukan suatu perbuatan keji yang mengorbankan orang belum tentu bersalah. Inilah sebenarnya yang ingin saya katakan bahwa salah satu unsur untuk menemukan kebenaran "Mari kita memulainya dengan Jurnalisme Sastrawi" sebagai sajian yang sistematik dan objektif.

Mungkin sebagain Jurnalis/Wartawan tidak begitu akrab dengan istila Jurnalisme Sastrawi. Jurnalis kita masih nyaman dengan menyajikan informasi yang bersifat Stright News dengan tidak melihat dari sisi lain suatu peristiwa. Jurnalisme Sastrawi merupakan salah satu genre dalam penulisan jurnalistik. Gaya penulisan Jurnalisme Sastrawi lebih fleksibel, narativ (narrative reporting) dan mampu mempengaruhi pembaca hingga larut dalam uraian peristiwa yang kita laporkan. Menulis dengan gaya Jurnalisme Satrawi, seorang Jurnlais harus melakukan repostase yang menyeluruh, wawancara dengan menggunakan sudut pandang lain atau menggunakan sudut pandang orang ketiga   (third person point of view) melihat suatu peristiwa.

Dalam setiap untaian kata kita harus menguarainya dengan gaya sastra-menggambarkan karakter dalam setiap dramanya, adegan per adegan. Bahkan dari hasil reportase dan investigasi, kita mendeskripsikannya dalam tulisan yang detail, menggambarkan adegan peradegan hingga tak ada peristiwa yang direkayasa. Jadi, dalam tulisan Jurnalisme Sastrawi sangat panjang dan utuh bahkan laporannya tak bisa dipecah-pecah dalam beberapa laporan. Barangkali inilah sebabnya Seno dalam menyusun narasi jurnalisme sastrawi seolah-olah tak ada faktanya. Ia melibatkan imajinasinya terhadap bahan liputan jurnalistiknya. Hal ini tak bisa disalahkan. Alasannya, penulisan jurnalistiknya lebih cair, dalam, naratif, dikemas dengan gaya bahasa sastra, layaknya sebuah novel.


Indonesia tak memiliki sejarah Jurnalisme Sastrawi sejauh ini. Tokoh-tokoh pers era kolonial seperti, H. Kommer, Mas Marco Dikromo, Tirto Adisurjo juga tidak memperkenalkan karya tulis dengan genre Jurnalisme Sastrawi. Begitu juga Mochtar Lubis, Umar Said, L.E. Manuhua,  Rosihan Anwar dan Joesoef Isak tidak menyuguhkan informasi yang naratif dengan laporan yang utuh bergaya sastra. Kendati mereka menulis cerita yang tidak lebih dari 2000 karakter dengan gaya sastra pula, tapi tulisan itu hanya berupa esay.

Jurnalisme sastrawi berkembang di Amerika Serika pada 1962 oleh Tom Wolfe. Tom memperkenalkan genre ini dengan nama “new journalism”. Wolfe dan Johnson menganggap genre ini berbeda dari reportase sehari-hari karena dalam benrtutur ia menggunakan adegan demi adegan (scene by scene construction), reportase yang menyeluruh (immersion reporting), menggunakan sudut pandang orang ketiga (third person point of view), serta penuh dengan detail. Di Amerika tulisan panjang yang naratif mendapat tempat tersendiri di hati pembaca. Jurnalisme Sastrawi diterbitkan pada majalah Time dan News Week. Sementara di Indonesia, Jurnalisme Sastrawi mungkin dimulai dari Goenawan Muhammad yang diterbitkan di Tempo.

"Jurnalis harus menjadi pilar pemersatu diantara golongan-golongan melalui goresannya yang jujur. Sebagai penyelamat tatkala kebenaran direkayasa. Dan ketika kemerdekaan dan keadilan hanya milik segelintir orang, maka Pers akan bicara"




Comments

Popular posts from this blog

Menakar Peluang Tiga Pasangan Cagub Sultra

Kompetisi awal telah usai. Tiga pasangan calon gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mastikan diri sebagai kontestan dalam gelanggang pemilihan gubernur (Pilgub) 2018 setelah menyerahkan tiket ke KPUD Sultra. Mereka adalah Ali Mazi-Lukman Abunawas ( AMAN), Rusda Mahmud-Sjafei Kahar ( RM-SK) dan Asrun-Hugua ( SURGA). Tiga pasangan calon gubernur (Cagub) ini disokong oleh kekuatan besar di republik ini. AMAN merepresentasi kekuatan Airlangga Hartato sebagai Ketua Umum Partai Golkat, Surya Paloh sebagai Ketua Partai Nasdem. Pasangan RM-SK merepresentasi kekuatan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB. Dan SURGA juga dibekingi dua kekuatan besar yaitu Joko Widodo (Presiden aktif) dan Mega Wati Soekarno Putri yang juga mantan Presiden sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan, termasuk Zulkifli Hasan Ketua Umum PAN yang juga mumpuni ketokohannya. Tapi, ada hal yang menggelitik dalam koalisi gemuk pasangan c...

“Kerinduan”

Ia tetap abadi. Selalu hidup sepanjang zaman—juga di alam Bakah nan abadi. Hidup tak berarti selamanya nyata--hanya bisa dilihat; disaksikan oleh dua bola mata Manusia. Bahkan tak ada mati sesungguhnya. Melainkan sebuah perjalanan panjang menuju ke alam yang kekal—sebuah alam tempat berpulangnya semua yang hidup, yang bernyawa. Itulah alam sang Khalik. Dia perempuan yang aku cintai, juga saudara-saudaraku, terutama ayahku. Keluarga besarku, dan para kerabat, juga mencintainya. Dia lah perempuan yang kami rindukan, yang mereka rindukan. Ibu kami tercinta; kini engkau telah pergi dan tak mungkin kembali lagi. Engkau tak mati—selalu hidup, hidup bersama kami, bersama orang-orang yang menyayangimu. Kematian menjadi momen yang mengangumkan bagimu, tetapi tidak benar-benar istimewa bagi yang ditinggalkan di dunia. Isak tangis, sedih membelenggu hingga di jiwa seolah tak merelakan kepergianmu.  “Kita bisa melakukan apa saja yang kita inginkan di dunia Hingga pada waktunya, saya, dia,...

Lampu Merah Nyawa Bocah Jalanan

Memegang secarik kertas atau koran, bocah-bocah itu berlarian menghampiri pengguna jalan yang berhenti sejenak karena lampu merah. Tersenyum tipis bocah ini menawarkan koran atau kertas yang disimpanya dalam map merah bertuliskan bantuan untuk panti asuhan kepada para pengendara mobil dan motor. "Minta uangnya pak. Beli koran pak, harganya seribu rupiah," begitu kata-kata Boy, salah satu bocah 3 tahun, saat menawarkan koran atau meminta sumbangan kepada para dermawan. Entah bagaimana bocah malang ini bisa mendapatkan koran atau kertas daftar sumbangan panti asuhan itu???. Dengan percaya diri, setiap kali pergantian lampu rambu lalulintas, serentak mendatangi satu persatu para pengemudi itu. Demi mendapatkan uang, bocah ini tak lagi mempedulikan keselamatanya ketika berjalan ditengah ratusan kendaraan yang melintas di jalan itu. Apakah ini tindakan konyol tak berguna atau karena pikiran mereka yang masih polos sehingga uang seribu jauh lebih berharga daripada nyawanya. Dari ...