Skip to main content

"Mai Te Wuna" Pudar Diambang Pilgub

Mai Te Wuna, kata ini seketika membuat masyarakat Muna terkesima. Ini tentang gagasan yang lahir dari seorang La Ode Muhammad Rusman Emba, yang diyakini bahwa Muna akan segera bangkit dari peradaban yang terpuruk selama ini. Mai Te Wuna adalah jargon yang digagas oleh Rusman Emba setelah dilantik sebagai Bupati Muna periode 2016-20120. Tidak main-main, Jargon ini seperti mantra yang membungkam setiap orang yang meragukan visi kepemimpiannya. Ia memulainya dengan visi Pariwisata dan kebudayaan untuk menjadikan Muna sebagai daerah maju dan sejahtera. Demikian makna Mai Te Wuna yang membuat masyarakat membungkukan kepala sebagai tanda hormat dan setuju.

Muna salah satu negeri tua di Sulawesi Tenggara, yang memiliki nilai hitori (Sejarah) sendiri. Daerah yang dihuni oleh masyarakat yang mayoritas pencaharianya petani ini memiliki kultur budaya yang kuat. Namun kini, nilai-nilai kebudayaan itu kian memudar terkikis oleh peradaban modern. Dahulu, di era kerajaan menganggap adat dan budaya sebagai cermin kemanusiaan (harga diri) yang selalu dijunjung tinggi kesakralannya. Seiring perkembangan zaman, tata nilai itu perlahan ditinggalkan dan menyesuaikan diri dengan kemajuan. Mungkin ini sebagai konsekuensi dari sebuah peradaban.


Kini, Rusman Emba hadir dengan visi misi yang tidak seperti pendahulunya. Ia menjadikan budaya dan warisan sejarah itu sebagai ikon daerah yang mahal harganya. Tidak hanya itu, ia juga tengah menginventarisasi segala sesuatunya yang bernilai wisata sebagai harta daerah ini. Tak tangung-tanggung, Rusman mengundang National Geographi untuk mempublis potensi wisata Muna ditingkat Nasional dan Internasional. Selain, menggunakan jasa media internasional itu, potensi wisata Muna juga menjadi tema utama dalam acara diskusi Coffee Morning Penaaktual.com di Kendari.

Ini hebat, ini luar biasa. Suatu gebrakan dari sang pemimpin yang meyakini bahwa Muna ini bisa maju jika sektor pariwisata dan kebudayaanya dijadikan  sebagai prioritas pembangunan. Bukan tidak mumgkin itu terjadi, baru kurang lebih 2 tahun Rusman memimpin Muna, daerah ini baru menemukan wajahnya. Setelah lonching program Mai Te Wuna, daerah ini kebanjiran wisatawan baik lokal, regional, nasional maupun wisatawan asing. Salah satu tujuan wisata yang ramai dikunjungi adalah pantai Bungin Pinungan di Pulau Towea. Pantai dengan pasir putih yang lembut ini dijadikan salah satu tempat Shooting Film Jembatan Pensil. Film ini juga salah satu program untuk mengkampanyekan potensi pariwisata dan Kebudayaan Muna. Tujuan wisata lainnya yang tak kalah peminatnya adalah kampung tenun Masalili. Tenun Masalili sudah menjajal pasar Internasional dan sudah mendapatkan sertifikat dari Unesco.

Visi Mai Te Wuna harus sukses sebagai bukti bahwa Rusman adalah pemimpin dambaan rakyat. Ia tidak seharusnya terkontaminasi dengan momentum pemilihan gubernur 2018. Alasannya, rakyat dan daerah ini masih menginginkannya untuk menuntaskan visi misi yang disampaikan dihadapan ratusan ribu rakyat Muna saat kampanye dulu. Namun, kini ia seperti orang tak beriman. Ia tergoda dengan bisika orang-orang di sekitarnya agar ikut bertarung dalam kontestasi pilgub 2018. Bisikan itu justru akan menjerumuskannya dalam jurang kehancuran karir politiknya. Sebab, ia akan kehilangan kepercayaan dari rakyat yang tidak melaksanakan amanah dan tanggung jawabnya untuk memperbaiki dan membangun daerah ini.


Rusman, telah mendaftarkan dirinya sebagai salah satu bakal calon gubernur Sultra di beberapa partai yang membuka penjaringan. Ini bukanlah kabar baik melaikan awal gagalnya visi Mai Te Wuna, gagalnya membangun Muna melalui sektor pariwisata dan kebudayaan. Bukan tidak mungkin, bahwa keputusan Rusman ini sebenarnya merusak integritasnya dan akan kehilangan simpati rakyat. Sebab, rakyat akan beropini bahwa langkahnya yang kini ikut dalam perebutan kursi gubernur Sultra bukan untuk mengabdi melaikan haus kekuasaan kesanya. Jadi, untuk menghindari opini publik tersebut, Rusman sudah selayaknya meninggalkan para pembisik itu karena mereka perusak citra sesungguhnya.


"Jika kita tak mampu melawan ambisi, mungkin kita telah gagal belajar demokrasi. Dan jika demikian halnya, maka kita selalu ada kesempatan untuk bertanya kepada rakyat bagaimana seharusnya memegang amanah itu" Sahrul

Comments

Popular posts from this blog

Menakar Peluang Tiga Pasangan Cagub Sultra

Kompetisi awal telah usai. Tiga pasangan calon gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mastikan diri sebagai kontestan dalam gelanggang pemilihan gubernur (Pilgub) 2018 setelah menyerahkan tiket ke KPUD Sultra. Mereka adalah Ali Mazi-Lukman Abunawas ( AMAN), Rusda Mahmud-Sjafei Kahar ( RM-SK) dan Asrun-Hugua ( SURGA). Tiga pasangan calon gubernur (Cagub) ini disokong oleh kekuatan besar di republik ini. AMAN merepresentasi kekuatan Airlangga Hartato sebagai Ketua Umum Partai Golkat, Surya Paloh sebagai Ketua Partai Nasdem. Pasangan RM-SK merepresentasi kekuatan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB. Dan SURGA juga dibekingi dua kekuatan besar yaitu Joko Widodo (Presiden aktif) dan Mega Wati Soekarno Putri yang juga mantan Presiden sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan, termasuk Zulkifli Hasan Ketua Umum PAN yang juga mumpuni ketokohannya. Tapi, ada hal yang menggelitik dalam koalisi gemuk pasangan c...

“Kerinduan”

Ia tetap abadi. Selalu hidup sepanjang zaman—juga di alam Bakah nan abadi. Hidup tak berarti selamanya nyata--hanya bisa dilihat; disaksikan oleh dua bola mata Manusia. Bahkan tak ada mati sesungguhnya. Melainkan sebuah perjalanan panjang menuju ke alam yang kekal—sebuah alam tempat berpulangnya semua yang hidup, yang bernyawa. Itulah alam sang Khalik. Dia perempuan yang aku cintai, juga saudara-saudaraku, terutama ayahku. Keluarga besarku, dan para kerabat, juga mencintainya. Dia lah perempuan yang kami rindukan, yang mereka rindukan. Ibu kami tercinta; kini engkau telah pergi dan tak mungkin kembali lagi. Engkau tak mati—selalu hidup, hidup bersama kami, bersama orang-orang yang menyayangimu. Kematian menjadi momen yang mengangumkan bagimu, tetapi tidak benar-benar istimewa bagi yang ditinggalkan di dunia. Isak tangis, sedih membelenggu hingga di jiwa seolah tak merelakan kepergianmu.  “Kita bisa melakukan apa saja yang kita inginkan di dunia Hingga pada waktunya, saya, dia,...

Lampu Merah Nyawa Bocah Jalanan

Memegang secarik kertas atau koran, bocah-bocah itu berlarian menghampiri pengguna jalan yang berhenti sejenak karena lampu merah. Tersenyum tipis bocah ini menawarkan koran atau kertas yang disimpanya dalam map merah bertuliskan bantuan untuk panti asuhan kepada para pengendara mobil dan motor. "Minta uangnya pak. Beli koran pak, harganya seribu rupiah," begitu kata-kata Boy, salah satu bocah 3 tahun, saat menawarkan koran atau meminta sumbangan kepada para dermawan. Entah bagaimana bocah malang ini bisa mendapatkan koran atau kertas daftar sumbangan panti asuhan itu???. Dengan percaya diri, setiap kali pergantian lampu rambu lalulintas, serentak mendatangi satu persatu para pengemudi itu. Demi mendapatkan uang, bocah ini tak lagi mempedulikan keselamatanya ketika berjalan ditengah ratusan kendaraan yang melintas di jalan itu. Apakah ini tindakan konyol tak berguna atau karena pikiran mereka yang masih polos sehingga uang seribu jauh lebih berharga daripada nyawanya. Dari ...