Skip to main content

"Maaf Lahir Batin" Asrun Dalam Sebuah Dilema

Ia nyaris saja menenggelamkan kota. Belakangan ini bencana banjir mengepung kota Kendari dari segala penjuru. Entah ini menjadi sebuah ritual saban tahun oleh sang Walikota atau menyangkut mental kepimimpinan yang tak visioner?. Memang bencana banjir akhir-akhir ini melanda beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Tenggara (Sultra). Tapi diantara daerah-daerah itu, Kendari lah juaranya dan menarik untuk dibahas.


Foto: berita kota kendari

Di tengah duka lara penduduk korban banjir, ia bersolek di depan kaca lalu melancong di beberapa kabupaten. Ia tidak sedang berwisata melaikan bersosialisasi untuk ikut dalam kontestasi pemilihan gubernur Sultra  2018 nanti. Ia datang menyapa lalu menebar senyum yang seketika murah itu.  Di sana ia cerita banyak hal. Tentang suksesnya memipin Kota Kendari dua periode, tentang ia sebelum menjadi walikota yang konon menjadi seorang ahli konstruksi jembatan bentang panjang dan kisah titel M. Eng. Sc. Aplous begitu membahana memecah hening di penghujung pidatonya. Dibalik pidato yang memikat hati itu, ia lupa cerita tentang bencana banjir kota Kendari. Atau hanya sekedar mungurai sedikit penyebab banjir itu, ia pun enggan.

Foto: tempo.co

Sebuah gelar master yang diaraihnya dari UNSW Sydney Australia, yang diganjar dengan Teknik Struktur spesialis bidang "Long Span Bridge" (Jembatan Bentang Panjang) adalah tamparan telat baginya yang dinilai gagal menata infrastruktur kota itu. Setidaknya ia memiliki dasar pengetahuan soal perencanaan kota karen ia seorang insinyur. Asrun dengan latar belakang sebagai ahli/spesialis "Long Span Bridge" adalah sosok kebanggan daerah ini. Seharus ia tidak perlu mencalonkan diri saat diperiode pertamanya saat itu. Ia pantas memegang kekuasaan sebagai konsultan dan pimpro dalam kegiatan dan perencaan Jembatan Bentang Panjang di Negeri ini. Ia memaksakan sesuatu yang bukan keahlianya sehingga kota ini menjadi rusak, rakyatnya pun melarat di pengungsian.

Ini kesalahan Asrun, Asrun tidak cocok jadi pemimpin daerah ini, begitu kutipan ungkapan masyarakat korban banjir, aktifis bahkan Nur Alam turut menyesalkan bawahanya itu yang terkesan abai terhadap bencana yang melanda. Di saat bencana itu merenggang kebahagiaan masyarakat kecil kota Kendari, Asrun sang insinyur itu lebih memilih sosialisasi sebagai pemanasan dalam ajang pemilihan gubernur. Ia membiarkan Nur Alam sendiri ber basah-basahan memantau dan mengunjungi korban banjir. Bahkan gubernur 2 periode ini menyebut Asrun kerap mengklaim pembangunanya. KeberhasilanAsrun membangun Kendari hanya sekedar mengklaim pembangunan Nur Alam kira-kira begitu maksud dari pernyataan Nur Alam.

Foto: zonasultra.com

*Minal Aidin Walfaidzin (Mohon Maaf Lahir Batin)

Bulan suci ramadan ini menjadi momentum saling bermaaf-maafan. Asrun harus gentel mengakui kegagalannya menata kota dan segera meminta maaf kepada masyarakat korban banjir, termasuk kepada Nur Alam sebagai atasanya. Ia tak boleh terjebak dalam dilema rasa bersalah karena semua itu telah usai. Mungkin setelah lebaran nanti, tak usah lagi mengobral janji pembangunan, perubahan, kesejahteraan jika itu hanya menambah dosa. Dan yang lebih penting lagi, minta maaflah kepada Abdul Razak yang ditunjuk sebagai Ketua Tim sukses saat bertarung diperiode 2 pemilihan walikota Kendari dulu. Entah kesepakatan apa antara Asrun dan Razak saat itu hingga Ketua DPRD Kota Kendari itu mau jadi ujung tombak perjuangan. Pupus sudah harapan Razak saat Asrun mendorong anaknya sebagai rival dalam Pilwali baru-baru ini. Sungguh sakit jika konsensus itu dilanggar dan sangat biadab saat konspirasi dan kecurangan dalam Pilwali baru-baru ini mengubur demokrasi. "Berkenankan Anda meminta maaf atas keikhlafan itu. Sebab, jika tak ada permintaan maaf itu artinya Anda sedang memupuk dosa"

"Keprihatinan, seperti halnya kebanggaan, juga kecemasan, seperti halnya optimisme—semua itu adalah pertanda rasa ikut memiliki. Atau rasa terpanggil. Barangkali karena tanah air memang bukan cuma sepotong geografi dan selintas sejarah. Barangkali karena tanah air adalah juga sebuah panggilan"

Comments

Popular posts from this blog

Menakar Peluang Tiga Pasangan Cagub Sultra

Kompetisi awal telah usai. Tiga pasangan calon gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mastikan diri sebagai kontestan dalam gelanggang pemilihan gubernur (Pilgub) 2018 setelah menyerahkan tiket ke KPUD Sultra. Mereka adalah Ali Mazi-Lukman Abunawas ( AMAN), Rusda Mahmud-Sjafei Kahar ( RM-SK) dan Asrun-Hugua ( SURGA). Tiga pasangan calon gubernur (Cagub) ini disokong oleh kekuatan besar di republik ini. AMAN merepresentasi kekuatan Airlangga Hartato sebagai Ketua Umum Partai Golkat, Surya Paloh sebagai Ketua Partai Nasdem. Pasangan RM-SK merepresentasi kekuatan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PKB. Dan SURGA juga dibekingi dua kekuatan besar yaitu Joko Widodo (Presiden aktif) dan Mega Wati Soekarno Putri yang juga mantan Presiden sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan, termasuk Zulkifli Hasan Ketua Umum PAN yang juga mumpuni ketokohannya. Tapi, ada hal yang menggelitik dalam koalisi gemuk pasangan c...

“Kerinduan”

Ia tetap abadi. Selalu hidup sepanjang zaman—juga di alam Bakah nan abadi. Hidup tak berarti selamanya nyata--hanya bisa dilihat; disaksikan oleh dua bola mata Manusia. Bahkan tak ada mati sesungguhnya. Melainkan sebuah perjalanan panjang menuju ke alam yang kekal—sebuah alam tempat berpulangnya semua yang hidup, yang bernyawa. Itulah alam sang Khalik. Dia perempuan yang aku cintai, juga saudara-saudaraku, terutama ayahku. Keluarga besarku, dan para kerabat, juga mencintainya. Dia lah perempuan yang kami rindukan, yang mereka rindukan. Ibu kami tercinta; kini engkau telah pergi dan tak mungkin kembali lagi. Engkau tak mati—selalu hidup, hidup bersama kami, bersama orang-orang yang menyayangimu. Kematian menjadi momen yang mengangumkan bagimu, tetapi tidak benar-benar istimewa bagi yang ditinggalkan di dunia. Isak tangis, sedih membelenggu hingga di jiwa seolah tak merelakan kepergianmu.  “Kita bisa melakukan apa saja yang kita inginkan di dunia Hingga pada waktunya, saya, dia,...

Lampu Merah Nyawa Bocah Jalanan

Memegang secarik kertas atau koran, bocah-bocah itu berlarian menghampiri pengguna jalan yang berhenti sejenak karena lampu merah. Tersenyum tipis bocah ini menawarkan koran atau kertas yang disimpanya dalam map merah bertuliskan bantuan untuk panti asuhan kepada para pengendara mobil dan motor. "Minta uangnya pak. Beli koran pak, harganya seribu rupiah," begitu kata-kata Boy, salah satu bocah 3 tahun, saat menawarkan koran atau meminta sumbangan kepada para dermawan. Entah bagaimana bocah malang ini bisa mendapatkan koran atau kertas daftar sumbangan panti asuhan itu???. Dengan percaya diri, setiap kali pergantian lampu rambu lalulintas, serentak mendatangi satu persatu para pengemudi itu. Demi mendapatkan uang, bocah ini tak lagi mempedulikan keselamatanya ketika berjalan ditengah ratusan kendaraan yang melintas di jalan itu. Apakah ini tindakan konyol tak berguna atau karena pikiran mereka yang masih polos sehingga uang seribu jauh lebih berharga daripada nyawanya. Dari ...