Skip to main content

Sepenggal Cerita Dari Cikoang


Suasana sungai Cikoang saat perayaan Maudu Lompoa di Desa Cikoang Laikang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (5/3). Maudu Lompoa merupakan perpaduan dari unsur atraksi budaya dengan ritual-ritual keagamaan yang digelar setiap tahun di Rabiul Awal berdasarkan Kalender Hijriyah untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. TEMPO/Hariandi Hafid

Usianya sudah di ujung senja. Tapi masih tetap kokoh berdiri di atas Julung-Julung (Semacam miniature perahu pinisi yang di dalamnya berisikan beragam makanan tradisional) dengan memegang sebilah parang yang digunakan untuk menata pernak pernik. Tak butuh waktu lama ia dapat menyelesaikan pekerjaannya. Daeng Sangkala 60 tahun, nama pria tua itu. Usai menata hiasan dengan beragam warna semakin menambah keunikan dan keindahan miniature perahu pinisi tersebut. Setelah itu, ia meletakkan bakul besar (Tempat menyimpan telur) di beberapa bagian Julung-Julung-lalu dengan teliti meletakkan ratusan butir telur berwarna merah di atasnya secara teratur.


Bukan hanya Sangkala yang sibuk membuat miniature kapal pinisi yang berukuran sekitar 5x 2 meter dengan hiasan yang menarik. Melainkan umunya masyarakat yang tinggal di Desa Cikoang Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. Acara ini merupakan puncak peringatan maulid Nabi Muhammad yang jatuh pada 12 Rabiul Awal. Dalam bahasa Makassar, Maulid disebut “Maudu Lompoa.” Uniknya ritual ini diselenggarakan oleh salah satu komunitas masyarakat di Takalar, Sulawesi Selatan, atau biasa di sebut “Komunitas Cikoang”. Mengenai makna Cikoang, saya menuliskannya dalam satu artikel terpisah dengan ini. Tunggu postingan selanjutnya.

Komunitas Cikoang berkeyakinan bahwa acara maulid yang dirayakan merupakan penutup dari maulid yang dirayakan daerah lain di Sulawesi Selatan. Karenanya, mereka rela menghabiskan tabungan untuk memeriahkan acara puncak Maudu Lompoa tersebut.  Sangkala contohnya. Ia menarik semua uang yang ditabungnya di Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk membeli segala keperluan acara tersebut. Atau menyediakan isi dua julung-julung dan dua bakul. 

“Saya sudah tua jadi, ini ucapan terimakasih saya kepada Nabi," kata Sangkala. 

Untuk membuat dua julung-julung saja menghabiskan biaya Rp 10 juta. Selebihnya digunakan untuk membeli ratusan butir telur, beras untuk membuat kado minyak, dan puluhan lembar pakaian, sarung dengan warna yang beragam. Pakaian dan sarung itu digunakan sebagai layar julung-julung atau meniatur kapal pinisi.
Seluruh isi julung-julung tersebut bisa diambil siapa saja yang datang.  Mereka menyakini bahawa orang-orang yang datang memperebutkan isi julung-julung tersebut  menjadi pembawa berkah.

 "Ritual ini merupakan tradisi yang sudah terun temurun oleh leluhur. Jadi, kami habis-habisan hanya untuk merayakan ritual kencintaan kami terhadap nabi," uajarnya.

Seorang warga merangkai telur untuk persiapan perayaan Maudu Lompoa di Desa Cikoang Laikang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (5/3). Maudu Lompoa merupakan perpaduan dari unsur atraksi budaya dengan ritual-ritual keagamaan yang digelar setiap tahun di Rabiul Awal berdasarkan Kalender Hijriyah untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. TEMPO/Hariandi Hafid

Disamping Julung-Julung itu terdapat dua gendang dan satu Gong dan dua Gambang-Gambang. Alat musik tradisional itu untuk menghibur para pengunjung. Yang memainkannya bukan hanya orang dewasa tapi juga anak kecil. Salah satu tokoh masyarakat Muhammad Iskandar mengatakan, perayaan maulid ini semua warga Cikoang mengeluarkan uang banyak. "Kami menganggap ini waktunya untuk berkorban. Ini hanya semata-mata untuk nabi," kata Iskandar.

Iskandar menambahkan, yang merayakan maulid bukan hanya orang masih hidup, tetapi juga yang sudah meninggal dunia. Caranya, pihak keluarga membuat bakul dengan menuliskan nama keluarga yang sudah meninggal. Kata Iskandar, bakul untuk orang meninggal berbeda dengan bakulnya orang yang masih hidup. "Ukurannya lebih kecil dan bisa digendong," katanya.
Suasana perayaan Maudu Lompoa di Desa Cikoang Laikang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (5/3). Maudu Lompoa merupakan perpaduan dari unsur atraksi budaya dengan ritual-ritual keagamaan yang digelar setiap tahun di Rabiul Awal berdasarkan Kalender Hijriyah untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. TEMPO/Hariandi Hafid

Acara peringatan maulid Cikoang ini dikunjungi dari beberapa daerah termasuk dari luar Sulawesi Selatan, mislanya Jawa, bahkan orang dari luar negeri seperti Australia. Ketua Pemangku Adat Cikoang Sukwansyah Karaeng Nojeng mengatakan, perayaan maulid Cikoang dilaksanakan diakhir bulan dan merupakan puncak perayaan. Jadi “Maulid Cikoang sebagai penutup maulid yang sudah dilaksanakan oleh daerah lain,” kata Sukwansyah.

Sukwansyah mengatakan, perayaan ini berbeda dengan daerah lain. Sebab, ritual ala Cikoang harus memenuhi empat unsur yakni masing-masing anggota keluarga wajib menyumbangkan empat liter beras, satu ekor ayam, satu biji kelapa, dan telur. “Keempat unsur itu wajib karena mengandung makna empat sifat rasulullah, yakni syariat, tarekat, hakikat, dan marifat,” kata Sukwansyah. “Di daerah lain kan hanya syariat saja,” dia menambahkan.

Comments

Popular posts from this blog

Seharusnya "Kopi" Jadi Simbol Perlawanan

Di sebuah kedai kopi petang itu. Suasana begitu riuh  tatkala pengujung di salah satu deretan meja kedai itu tertawa lepas setelah berujar. Mungkin mereka sedang berbagi pengalaman, entalah: yang pasti mereka sekelompok orang dengan perawakan mapan dan kekinian tampak bahagia dengan segelas kopi. Ada canda, ada tawa, ada pula diskusi, mungkin  juga mereka sedang membicarakan bisnis. Kedai Kopi, kini jadi salah satu pilihan untuk nongkrong-menghabiskan waktu dan uang bahkan tempat para pembual.

Suku Betawi Yang Tersingkir dari Ibu Kota

Jakarta, lebih dekat dengan suku Betawi, karena mereka mengkalim dirinya sebagai suku asli. Sekitar pukul 07 pagi, saya bertemu dengan salah seorang tukang ojek yang mangkal di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tidak jauh dari kantor TEMPO. Mansyur, nama tukang ojek ini dan mengaku orang Betawi tulen. Pagi itu, saya ditugaskan untuk meliput acara Menteri Kelautan dan Perikanan, oleh Redaktur Ekonomi dan Bisnis, harian TEMPO. Karena saya baru di Jakarta, tentu saya bingung dimana alamat kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut.

Kolema, Holiwood Bau-Bau

Jika anda belum pernah melihat langsung Landamark Holliwood di Los Angeles, Amerika Seri, anda tak perlau jauh-jauh ke sana. Sebab, Landamark bergengsi dunia itu, anda bisa temui di Kota Baubau. Tulisan Baubau, yang memanjang di atas Bukit Kolema, benar-benar menyerupai tulisan Holliwood di Los Angeles-Amerika. Bukit Kolema terletak sekitar lima kilo meter arah Timur kota Bauabu dengan ketinggian sekitar  lebih dari  seratisan meter dari permukaan laut. Di puncak bukit itu dibangun pelataran gantung  (taman) dan satu tembok bertuliskan ”Baubau” sepanjang 30 meter dan tinggi 15 meter. Tulisan Baubau, terlihat jelas dari kejauhan, khusnya dilihat ketika anda berada di tengah laut. Dengan letak yang menghadap ke barat seakan menyambut kedatangan anda di kota Baubau yang semerbak Dahulu, taman gantung bukit Kolema hanya dikenal hanya beruap jurang yang curam dan ditumbuhi semak belukar, serta terkenal angker. Di lokasi ini juga sering terjadi kecelakaan yang diduga disebab