Para raja dan sultan duduk berderet di bagian
paling depan di Venue Utama Stadion Betoambari Kota Bau Bau, Sulawesi Tenggara
pada Ahad, 2 September lalu. Dengan mengenakan pakaian adat ala kerajaan
masing-masing tampak berwibawa dihadapan ribuan masyarakat dari berbagai
daerah. Baju tak berkerah itu memanjang ke atas, menutupi seluruh leher tanpa
dasi. Ada yang menggunakan peci dengan berbagai motif sebagai penutup kepala,
ada juga yang menggunakan surban. Mereka adalah para raja dan sultan
se-nusantara yang hadir dalam acara festival keraton nusantara (FKN VIII).
Masing-masing raja/sultan didampingi oleh
permaisurinya yang juga mengenakan pakaian kerajaan. Kegiatan Pembukaan diawali
dengan Tarian khas Kesultanan Buton yaitu Kambero Malimua. Tari ini diperagakan
oleh pasangan muda – mudi atau pelajar menengah atas. Tari yang diikuti alunan musik tradisional
keraton itu sebagai tanda penghormatan terhadap para raja dan sultan.
Raja dan sultan yang berjalan menuju tempat
upacara adat pembukaan festival keraton dengan pengawalan ketat dari tentara
keraton. Pasukan keraton itu juga mengenakan seragam kerajaan yang dilengkapi
dengan senjata seperti tombak, golok, pedang, dan bermacam-macam alat penangkis
senjata.
Menurut Sultan Buton Laode Muhammad Jafar,
festival keraton ini menjadi ajang mempererat tali silahturahmi, terutama antar
raja-raja dan sultan di seluruh tanah air. Tidak ada langkah khusus dari Sultan
Buton dalam menyambut para tamu keraton tersebut. Penyambutannya kata dia,
sesuai dengan aturan yang juga digunakan oleh para sultan terdahulu yaitu
upcara adat keraton.
Di tengah-tengah para raja dan sultan, hadir
Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam. Gubernur hadir dalam even nasional ini
dalam kapasitasnya sebagai gubernur, bukan sebagai keluarga kerajaan. Dia yang
didaulat membuka acara itu dengan resmi, tapi melalui prosesi budaya keraton.
Kendati begitu, dia juga disambut dengan tarian, seperti halnya menyambut para
raja dan sultan.
Ketika tarian pembuka usai, Gubernur Nur Alam
membuka acara festival itu dengan pemukulan gong sebanyak 8 kali. Lalu acara
resmi pun di mulai dengan laporan komandan tentara keraton Buton kepada
gubernur. Sesudah pembacaan laporan,
gubernur yang mengenakan pakaian adat
Kendari, langsung memberikan sambutan. Di belakangnya, duduk para bupati dan
wali kota yang sebagian keturuanan raja.
“FestivalKerato Nusantara dilaksanakan
merupakan bentuk komitmen kita terhadap pelestarian kebudayaan untuk anak cucu
kedepannya,” katanya.
Setelah sambutan, Prajurit keraton dari
masing-masing raja/sultan yang mengikuti Kirab Agung, langsung berjalan dan
memulai sesi kirabnya. Pasukan ini
memperagakan kirab agungnya satu persatu dengan kekhasan masing-masing kesultanan.
Pada pementasan ini, kesempatan petama diberikan kepada Keraton Yogyakarta, lalu
Surakarta, Palembang kemudian Keraton Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan dan
Kaprabonan, Sumedang larang, Kesultanan BIMA, Kesultanan Ternate, Kerajaan
Karang asem Bali dan tuan rumah Kesultanan Buton.
Masing-masing kerajaan/sultan memaparkan awal
terbentuknya kerajaannya. Hampir seluruh kerajaan terbentuk hanya untuk melawan
para penjajah, dan juga sebagai wadah penyebaran Islam. Mislanya mitos
terbentuknya Kesultanan Buton yaitu untuk melawan penjajah Kolonial Belanda,
Bajak Laut, dan untuk menyebarkan ajaran agama Islam.
Kirab Agung yang terlihat unik diperagakan oleh keraton - keraton Kota Cirebon. Mereka menampilkan cerita-cerita klasik pada saat Kirab bahkan hingga peperangan kolosal. Konon ceritanya, Kesultanan Cirebon atau Keraton Kesepuhan YM. Arif Nata Diningrat, bisa menyebarkan Islam setelah mengalahkan Keraton Kacirebonan. Dalam Kirab tersebut terjadi peperangan dan hikayat dua kesultanan tersebut.
Kirab Agung yang terlihat unik diperagakan oleh keraton - keraton Kota Cirebon. Mereka menampilkan cerita-cerita klasik pada saat Kirab bahkan hingga peperangan kolosal. Konon ceritanya, Kesultanan Cirebon atau Keraton Kesepuhan YM. Arif Nata Diningrat, bisa menyebarkan Islam setelah mengalahkan Keraton Kacirebonan. Dalam Kirab tersebut terjadi peperangan dan hikayat dua kesultanan tersebut.
Kesultanan Buton pada awal berdirinya juga
karena adanya penjajah dan bajak laut yang masuk didaratan yang diapit oleh dua
kerajaan besar yakni Kesultanan Ternate dan Kerajaan Gowa. Selain itu, Sultan
Buton Laode Muhammad Jafar menjelaskan bahwa berdirinya kesultanan di Buton
tidak lepas dari cerita mitos.
“Ada dua fersi sejarah terbentuknya
Kesultanan Buton,” ujar Jafar.
Sejarah Kesultanan Buton yang ditulis dalam
Nagarakertagama oleh Prapanca 1365 terungkap nama Butun-Banggawi. Butun jauh
sebelum adanya sumber tertulis ini, sudah menjadi negeri dengan yang memiliki
struktur social, budaya, dan politik. Cerita lain ihwal muncul kerajaan yang
bernafaskan Tasawuf ini ialah kisah Wa KaaKaa.
“Wa KaaKaa muncul secara gaib (Muncul dari
Bambu) seperti kisah Tomanurung, manusia yang turun dari langit dan menjadi
raja petama,” kata Jafar, yang juga mantan Kepala Kejaksaan Negeri
Sungguminasa, Gowa, Sulawesi Selatan.
Dalam tulisan Nagarakertagama, juga melekat
nama Wolio, bersamaan dengan kisah kedatangan Mia Patamiana ke Butun. Mia
Patamiana berarti “Si Empat Orang” yakni Sipanjonga, Simalui, Sitanamajo, dan
Sijawangkati. Mereka inilah yang melawan bajak laut saat itu. Sementara mitos
yang lain mengisahkan bahwa adanya kelompok yang hidup di pedalaman yang
dikepalai oleh Dungkungcangia.
“Dia adalah pemimpin kelompok pasukan
Khubilai Khan saat menghadapi serangan Raden Wijaya (Pendiri
sekaligus Raja Majapahit yang pertama) pada akhir abad ke 13,” dia
menjelaskan.
Puncak kejayaan Kesultanan Buton terjadi pada
1491 sampai 1511dibawah pemerintahan Lakilaponto, yang dikenal sebagai Raja
Murhum. Pada masa kepemimpinannya menjadi transisi dari System kerajaan ke
System Kesultanan. Disinilah asal mula penyebaran Islam karena Murhum adalah
satu-satunya raja pertama yang memeluk agama Islam.
Ketika itu, Murhum memformalisasi Isalam baik
nilai maupun fisik masuk dalam system pemerintahan kesultanan melalui perumusan
undang-undang martabat tujuh (7). Undang-undang Martabat 7 adalah peraturan
yang representasi dalam mengelola system pemerintahan dibawah kepemimpinan
Sultan Dayani Ichsanuddin.
Jejak kerajaan dari masa kejayaan itu adalah
Monumen Benteng Keraton yang masih berdiri kokoh di tanah Wolio (Kota Baubau),
Mesjid Keraton, Mesjid KubaTiang Bendera, Meriam, Kamali (Rumah Sultan) dan
ribuan naskah kuno Buton (Yang dikoleksi di KLTV Belanda, Abdul
Mukuzahari-Sekretaris Sulatan terakhir 38, Laode Falihi.
“Setiap rumah Sulatan akan menjadi Istana
pemerintahan. Ini lah yang menjadi pembeda dengan istana kerajaan/kesultanan
lain yang ada di Nusantara,” kata Jafar.
Dalam festival keraton ini, ada Sultan Buton yang
hadir. Mereka adalah Sultan yaitu Laode Muhammad Jafar, Laode Jabar Hibali.
Nasib Kesultanan Buton kini masih dalam status sengketa karena terjadi dualism
kepemimpinan. Bahkan menurut Wali Kota Baubau MZ. Amirul Tamim,
Sultan di Buton sebanyak tiga orang yaitu Laode Muhammad Jafar, Laode
Jabar Hibali, dan Laode Izak Manarfa.
“Pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk
menentukan siapa sultannya, yang menentukan adalah lembaga adat,” kata Amirul
di kantornya.
Menurut Amirul, pengangkatan Sultan harus
melalui mekanisme yang sudah diatur dalam aturan lembaga adat. Tradisi
pemilihan sultan Buton telah diawali sesudah masa pemerintahan Sultan Murhum,
bergelar Qaimuddin I (1538). Proses penetapan dimulai dengan pencalonan
terhadap mereka yang berasal dari kaomu (Bangsawan) yang disebut Kamboru-mboru
Talu Palena.
“Ada proses seleksi yang dilakukan oleh
lembaga adat tersebut,” ujar Amirul.
Sultan yang saat ini dia menjelaskan, mereka
masih merupakan keturunan kaomu. Pemerintah tidak mempersoalkan munculnya tiga
sultan tersebut. Pasalnya, pada moment seperti ini (FKN) mereka yang merasa
dari keturunan bangsawan cukup bersemangat sehingga mereka mengklaim diri
sebagai Sultan Buton.
“Ini hanyalah sebuah semangat untuk
bernostalgia terhadap sendi-sendi budaya yang pernah ada,” dia menuturkan.
Yang diharapkan oleh pemerintah dia
menambahkan, ke tiga sultan ini harus menunjukan komitmennya dalam memeilihara
sendi-sendi budaya yang dimanifestasikandalam suatu lembaga adat. Pemerintah hanya
berperan menjaga stabilitas, menjaga agar tidak terjadi konflik.
“Dengan semangat ini dapat difasilitasi dalam
koridor kehidupan berbangsa dan bernegara.,” katanya.
Selama tiga hari festival keraton ini dilaksanakan,
para raja dan sultan dijamu dengan makanan kerajaan. Kuliner keraton ini
disediakan melalui acara Pekakande-kandea. Pakande-kandea adalah acara
tradisional dalam rangka menyambut kedatangan para Pahlawan negeri yang kembali
dari medan perang dengan membawa kemenangan gemilang. Makanan tradisional
tersebut seperti nasu wolio, kado minya, lapa-lapa, kasuami, dan makanan
tradisioanal Buton lainnya.
Tidak asal menyantap makanan yang telah disediakan
tersebut. Para raja dan sultan akan dilayani oleh para gadis remaja dengan
menggunakan busana tradisional yang duduk menghadapi talam masing-masing.
Mereka (Raja/sultan) tinggal memilih jenis makan yang tersedia lalu disuapi
oleh para gadis tersebut. Namun, sebelum para gadis ini menyuap raja, ada dua
orang yang memandu untuk mengucapkan WORE, sebagai satu pertanda bahwa acara
Pekakande-Kandea siap dimulai dan diiringi lagu kadandio dan dounauna.
Dimasa lalu, Pekakande-kandea merupakan ajang
pertemuan muda mudi. Sebab, hanya melalui acara ini para gadis baru diizinkan
keluar rumah. Sehingga dalam tidak sedikit dari mereka yang memperoleh
kesempatan bebas untuk saling pandang hingga terjadi pernikahan. “Disitulah
remaja Putera menyampaikan isi hatinya,” Amirul menuturkan.
Untuk tetap menjaga dan melestarikan kuliner
kerajaan ini, Amirul telah membuat program dengan konsep ketahanan pangan.
Dalam konsep ini menjadikan makanan ala kerajaan menjadi sebuah keragaman makanan, dan momennya
dilakukan setiap even. Bahkan di beberapa tempat di kota ini pemerintah telah
menfasilitasi masyarakat untuk menjual makanan tradisonal.
“Kita juga
melatih anak-anak untuk mencicipi makanan tradisional sehingga lehernya tidak
asin dengan makanan tradisonal. Tidak harus makan kentaki, beras, tapi kita
latih untuk makan ubi, kasoami,” kata dia.
Selain itu, Baubau menjadi salah satu kota pusaka di
Indonesia. Kata Amirul, Baubau masuk dalam jaringan kota pusaka indoneisa
dengan predikat 10 besar. Dari segi history, tidak bisa dipungkiri bahwa Baubau
memiliki banyak aspek yang mempunyai pusaka, sejarah budaya, keindahan alam,
termasuk nilai social yang tidak sempat dilihat, tapi bisa dirasakan.
“Olehnya itu bagaimana kita mengangkat potensi
pusaka ini menjadi suatu potensi kekuatan untuk menjadi bagian dalam dinamika
kita untuk mebangun daerah ini secara kjreatif. Sehingga dapat bernuansa
nilai-nilai ekonomi bagi masyarakat, social.”
Baubau memiliki beberapa unsure sebagai kota pusaka
yakni memiliki benteng ( bahkan benteng ini yang terluas di dunia, dengan panjang keliling 2.740 meter dan luas
sekitar 23,375 hektar), mesjid keraton, mesjid kuba, dikenal
juga dengan kota 1000 goa, arsip sejarah yang disimpan di Belanda. Selain itu,
di dalam benteng tercatat nilai-nilai yang kaya akan nilai-nilai sejarah,
agama, budaya dan nilai social lainnya. Selain itu, Baubau juga memiliki
kekayaan alam dalam bentuk keindahan, topografi, kekayaan laut.
“Ini bisa dikelola menjadi objek wisata yang
mempunyai nilai ekonomis dan memberikan peluang kerja masyarakat. Sehingga ini
menjadi kekuatan kita menjadikan isu kota pusaka,” dia menjelaskan.
Cara pemerintah untuk memeilihara ini, kata Amirul,
pemerintah tidak bisa sendiri dalam memilihara ini, melainkan membutuhkan peran
masyarakat. Menambkan bahwa kekayaan yang dimiliki adalah anugrah ilahi yang harus
disyukuri. “Dan syukur ini harus kita
nyatakan dalam bentuk memelihara, manfaatkan dalam arti positif.”
Sebanyak 120 keraton yang hadir dalam festival ini
dari 152 keraton yang diundang di seluruh Indoneisa. Mereka membawa prajuritnya
paling sedikit 50 orang. Seperti keraton Sultan Raja Kaprabonan X, Ir P Hempi Raja Kaprabon, MP membawa
100 orang personil prajurit.
“Festival
ini merupakan proses penguatan budaya di dalam keraton dan kesultanan yang
masih berdiri kokoh warisan leluhur bangsa Indonesia,” ujarnya.
SAHRUL
Comments