Skip to main content

Suku Betawi Yang Tersingkir dari Ibu Kota


Jakarta, lebih dekat dengan suku Betawi, karena mereka mengkalim dirinya sebagai suku asli. Sekitar pukul 07 pagi, saya bertemu dengan salah seorang tukang ojek yang mangkal di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tidak jauh dari kantor TEMPO. Mansyur, nama tukang ojek ini dan mengaku orang Betawi tulen. Pagi itu, saya ditugaskan untuk meliput acara Menteri Kelautan dan Perikanan, oleh Redaktur Ekonomi dan Bisnis, harian TEMPO. Karena saya baru di Jakarta, tentu saya bingung dimana alamat kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut.

Karena takut telat, saat itu saya memutuskan untuk naik ojek milik Mansyur. "Kamu orang baru yak? tanya Mansyur. Iya bang. Saya tahu kalo kata Abang, adalah panggilan orang yang dituakan bagi orang Betawi. Jadi saya tidak ragu atau takut untuk mengatakan Abang, kepada si Betawi ini. Sepanjang jalan, ia bercerita tentang orang Betawi yang malas kerja dan perlahan-lahan tersingkir dari Ibu Kota Jakarta. "Mas, penduduk Jakarta, hampir di dominasi oleh orang-orang pendatang di hampir seluruh daerah di Indonesia," katanya.

Masa sih bang?, kataku, meskipun sebenarnya saya sudah tau kalau memang faktanya seperti yang ia katakan. haha. Tentu hal ini menjadi pertanyaan yang harus dijawab. Menurut dia, ada beberapa hal yang membuat orang Betawi malas dan tersingkir dari nadi perekonomian Jakarta. Pertama, kata dia, orang Betawi, merasa manja karena tinggal di Ibu Kota, sehingga sifat gensi menjadi yang utama. Ke dua, keinginan untuk bekerja kurang karena menganggap dirinya tinggal di daerah sendiri. Dan yang ke tiga, selalu memudahkan sesuatu dan menganggap remeh orang pendatang. "Kami tidak akan mati kelaparan di Jakarta. Ini daerah kami," katanya. "Sebenarnya masih ada yang lain."

Memang, berdasarkan fakta menunjukan bahwa yang menguasai pasar banyak berasal dari luar Jakarta. Selain itu, tempat hiburan malam juga hampir semua dikuasai oleh orang diluar Jakarta, diantaranya Lampung, Medan, Ambon, Flores, dan beberapa daerah lain di luar Ibu Kota. Termasuk pengusaha hampir menguasai semua sektor. Dia (Mansyur), mengaku, tidak jarang terjadi pertikaian antara orang pribumi dan pendatang karena rebutan lahan. "Yang paling sangar adalah orang Ambon dan Flores," katanya.

Ketatnya persaingan, kata dia, banyak terbentuk perkumpulan. Kalo orang Betawi nama perkumpulannya Forum Betawi Rembuk (FBR), ada juga perkumpulan orang Ambon, Flores, dan masih banyak lagi yang lain. Perkumpulan ini kerap terjadi bventuran fisik dengan perkumpulan lainnya, hingga menelan korban jiwa. Baru-baru ini, FBR saling serang dengan Pemuda Pancasila (PP) tepatnya di pasar Kebayoran Lama.

Ga sadar, akhirnya sampai juga di gedung Mina bahari satu Kementerian Kelautan dan Perikanan. Saya segera meninggalkan Mansyur yang mengantarku untuk meliput kegiatan Meneteri Cicip. Cerita soal Betawi pun terhenti sampai disini.

NB: Mohon dikoreksi jika ada kata-kata yang kurang soapan, panatas dalam tulisan ini.

SAHRUL

Comments

Popular posts from this blog

Pesona Pantai Bungin Pinungan

Semilir angin nan sejuk menghempas lelah seketika. Bagaimana tidak, wisatawan yang berkunjung di Pantai Bungin Pinungan ini disuguhkan dengan pesona panorama alam yang eksotis. Hamparan pasir putihnya yang lembut semakin memanjakan pengunjung menikmati keindahan pantai dan hutan mangrove yang berdiri di sepanjang bibir pantai. Wisata Pantai Bungin Pinungan terletak di Pulau Towea, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Untuk lebih memudahkan lagi, objek wisata ini terletak antara daratan Kendari dan Konawe Selatan, Pulau Muna dan Pulau Buton. Pertemuan tiga arus : arus Selat Tiworo, arus laut banda dan arus Selat Buton. Jika wisatawan manca negara cukup terbang dari negaranya menuju Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Lalu, dari Jakarta terbang menuju Bandara Sultan Hasanuddin Makassar dengan jarak tempuh 3 jam. Dari Bandara Hasanuddin bisa langsung ke Bandara Sugi Manuru Muna Barat atau Bandara Haluoleo Kendari. Dari Kendari menyebrang ke Raha Kabupaten Muna dengan menggunakan Kap...

“Kerinduan”

Ia tetap abadi. Selalu hidup sepanjang zaman—juga di alam Bakah nan abadi. Hidup tak berarti selamanya nyata--hanya bisa dilihat; disaksikan oleh dua bola mata Manusia. Bahkan tak ada mati sesungguhnya. Melainkan sebuah perjalanan panjang menuju ke alam yang kekal—sebuah alam tempat berpulangnya semua yang hidup, yang bernyawa. Itulah alam sang Khalik. Dia perempuan yang aku cintai, juga saudara-saudaraku, terutama ayahku. Keluarga besarku, dan para kerabat, juga mencintainya. Dia lah perempuan yang kami rindukan, yang mereka rindukan. Ibu kami tercinta; kini engkau telah pergi dan tak mungkin kembali lagi. Engkau tak mati—selalu hidup, hidup bersama kami, bersama orang-orang yang menyayangimu. Kematian menjadi momen yang mengangumkan bagimu, tetapi tidak benar-benar istimewa bagi yang ditinggalkan di dunia. Isak tangis, sedih membelenggu hingga di jiwa seolah tak merelakan kepergianmu.  “Kita bisa melakukan apa saja yang kita inginkan di dunia Hingga pada waktunya, saya, dia,...

Lima Dampak Penemuan Partikel Tuhan

TEMPO.CO , Jenewa - Ilmuwan CERN resmi menyatakan keberadaan Higgs boson alias partikel Tuhan, dalam sebuah konperensi pers di Jenewa, Rabu 4 Juli 2012. Partikel baru dengan massa sekitar 125-126 gigaelectronvolts (GeV) ini ditemukan lewat eksperimen ATLAS dan CMS menggunakan akselerator partikel terbesar sejagad, Large Hadron Collider, di Jenewa, Swiss. Penemuan partikel subatomik ini diyakini berdampak luas pada perkembangan ilmu pengetahuan modern dan pemahaman umum tentang alam semesta. Para fisikawan mendefinisikan setidaknya lima implikasi terbesar dari penemuan partikel Tuhan: