Sedikit pun tak ada kesamaan makna dalam kata wartawan dan Amplop. Keduanya memiliki makna tersendiri yakni wartawan secara umum bisa dimaknai dengan seorang yang melakukan kerja jurnalistik dengan menuliskan secara teratur sebuah peristiwa. Tentu saja untuk mendapatkan informasi tersebut harus melibatkan berbagai pihak, misalnya masyarakat sipil, politisi, aparat hukum, dan pihak lain yang mengetahui pokok peristiwa tersebut. Biasanya, mereka yang mengetahui secara spesifik peristiwa tersebut dijadikan sebagai narasumber. Sumber berita atau informasi dapat dipublikasi melalui media massa, seperti televisi, koran, radio, majalah, dan media lainya yang dapat diakses oleh masyarakat.
Berbagai metode yang digunakan para buruh pulpen ini untuk mendapatkan berita. Misalnya dengan cara investigasi, mendatangi kantor-kantor, dan mengamati secara langsung peristiwa yang terjadi. Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporan secara objektif dan tidak memiliki pandangan subjektif (Oponi sendiri). Sehingga informasi yang disajikan tersebut terpercaya dan dapat memberi nilai-nilai pendidikan kepada publik.
Sedangkan Amplop memiliki makna, bungkusan sesuatu barang yang bernilai yang akan diberikan kepada orang lain. Amplop biasanya dilengkapi dengan space (Tempat) untuk menuliskan nama dan alamat penerima dan pengirim. Namun, kata amplop dalam dunia jurnalis merupakan kiriman,pemberian, suap, atau sogokkan dari narasumber dengan tujuan untuk melindunginya dari informasi yang mengancamnya. Tak heran jika Wartawan selalu dikait-kaitkan dengan Amplop tersebut, karena berupa pemberian yang tak pantas diterima oleh wartawan bersangkutan. Wartawan tak berhak menerima pemberian dari narasumber dalam bentuk apapun karena itu adalah jebakan.
Pekerjaan jurnalisme, salah satu profesi yang tidak mudah dilakukan. Sebab, butuh pengetahuan tersendiri seperti teknik menulis sesuai dengan etika penulisan informasi. Tulisan wartawan yang disajikan ke publik dapat memberi nilai-nilai perubahan sosial dan dapat mengintervensi kebijakan. Wartwan berhak menulis apa saja, baik itu berita baik maupun buruk. Melalui tulisan tersebut para pekerja pers ini dapat mengontrol kinerja pemerintahan dan bentuk-bentuk ketimpangan atau pelanggaran hukum. Namun, pekerjaan ini kadang kala tidak berjalan sesuai dengan tugas pokok wartawan. Karena berbagi upaya yang dilakukan oleh sumber untuk melumpuhkan goresan tinta di buku saku yang setiap harinya dibawa wartawan. Caranya biasanya dilakukan dengan memberi uang (Amplop), atau mengintimidasi wartawan.
Pemberian Amplop pada prinsipnya merupakan bentuk penghinaan terhadap profesi wartawan. Sebab nilai berita yang ditulis tidak sebanding dengan pemberian para narasumber. Sederhanya adalah berita yang ditulis dinantikan oleh publik karena memiliki manfaat, tidak seperti menerima Amplop.
Dengan alasan ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, menolak pemberian dalam bentuk apa pun (Amplop). AJI Makassar, tengah mengkampanyekan anti Amplop kepada seluruh lapisan masyarakat dan institusi pemerintah dan swasta. Kampanye ini dilakukan dengan cara testimoni anti amplop dengan melibatkan para pemimpin media di Sulawesi Selatan, khsusnya Kota Makassar. Berikut pandangan dan komentar para pimpinan media:
Kepala Biro Koran Tempo Makassar, Yudono.
Kenapa Amplop Harus Ditolak?
Wartawan mempunyai tugas utama untuk mengabarkan sebuah peristiwa ke masyarakat, entah itu kabar baik atau buruk. Karena sifat kabar ini, banyak sumber yang berkepentingan dengan wartawan. Sumber (perorangan atau badan) selalu ingin dikabarkan baik, atau tidak dikabarkan sama sekali. Itu sebabnya, mereka mempengaruhi wartawan agar selalu menulis yang baik-baik tentang dirinya. Ada dua cara yang biasanya ditempuh sumber: 1. Intimidasi, dan 2. Pemberian
Intimidasi biasanya agar wartawan tidak menuliskan sebuah berita yang dinilai negatif oleh sumber. Cara ini jarang dilakukan, karena dampakmnya bisa panjang. Sumber lebih banyak memilih pemberian sesuatu kepada wartawan agar menulis berita sesuai keinginan sumber, atau bahkan tidak menulis sama sekali. Intimidasi biasanya lebih mudah dihadapi karena wartawan bisa menggalang solidaritas sesama wartawan dan minta perlindungan dari polisi.
Tapi pemberian dalam bentuk uang (biasa disebut amplop) dan barang biasanya lebih sulit dilawan. Hal ini karena wartawan biasanya bergaji rendah, sehingga uang amplop bisa menutup kebutuhan. Selain itu, banyak wartawan dan pemberi menilai uang amplop (seringkali disebut uang transpor/pengganti transpor)sebagai rezeki yang tidak boleh ditolak.
Di samping itu, masih adanya kebiasaan (hampir bisa dikatakan sebagai budaya) sungkan di kalangan wartawan untuk menolak pemberian karena khawatir dikatakan sombong baik oleh pemberi maupun rekan sesama wartawan.Tapi sebenarnya wartawan harus melawan semua tekanan (baik intimidasi atau pemberian) karena kompromi ini berarti menghilangkan hak rakyat (pembaca/pendengar/pemirsa) untuk mendapatkan berita yang sebenarnya. Sekali seorang wartawan menerima amplop, ia akan tersandera. Selain itu, dengan menolak pemberian, seorang wartawan menjadi sejajar dengan sumber berita.
Di sinilah perusahaan media mempunyai peranan yang sangat besar. Pertama, perusahaan harus mampu memenuhi kebutuhan minimal wartawan. Kedua, perusahaan harus memilih wartawan yang mempunyai integritas tinggi. Ketiga menghidupkan budaya antisuap di kantor dan kehidupan seharoi-hari perusahaan media tersebut. Selain memperkuat integritas wartawan, para kuli tinta harus dibantu melawan amplop/intimidasi oleh perusahaan yang mempekerjakannya. Mereka harus diberikan kesadaran bahwa amplop bukan hak dan karena itu haram.
Itu sebabnya perusahaan media harus membantu wartawan untuk bisa menolak amplop dengan memenuhi kebutuhan minimal wartawan. Jika penghasilan dari kantor cukup untuk hidup, sesungguhnya wartawan akan lebih suka menolak pemberian.
Tribun-timur, Dahlan Dahi
Dahlan mengatakan, wartawan bekerja dengan jujur untuk masyarakat. Menurutnya, amplop mengganggu nurani kejujuran sekaligus tujuan wartawan untuk mengabdi kepada publik. Amplop ibarat kanker yang mengikis kejujuran wartawan. Dan amplop menjauhkan wartawan dari misi sucinya: mengabdi kepada publik
Husain Abdullah
1. Merendahkan harkat dan martabat kewartawanan. Dan sebuah
2. Persekongkolan transaksional, memperjual belikan fakta dan hak publik.
3. Ada yang lebih dahsyat dari amplop, yaitu; pemilik modal yang menggunakan medianya sebagai alat untuk meraih kekuasan serta menjadikan media sebagai alat tawar menawar politik dan ekonomi untuk memperkaya diri dan membesarkan kelompok bisnisnya.
Pimpinan Redaksi Berita Kota Makassar
"Amplop di kalangan pekerja pers adalah bahaya laten. Ini telah merusak martabat pers, menginjak integritas.
Perlawanan terhadap itu harus terus disuarakan. Jangan berhenti, jangan lelah untuk berjuang, karena pers itu abadi, dan bahaya-bahaya laten yang mengancamnya juga abadi. Amplop dan suap tidak akan berhenti mengancam sendi-sendi pers, karena itu juga mari abadikan perlawanan terhadap itu.
Catatan:
Insyah Allah, semua pandangan para pemimpin redaksi media massa akan dimasukkan dalam program ini.
Penyusun
Pengurus AJI Makassar
Berbagai metode yang digunakan para buruh pulpen ini untuk mendapatkan berita. Misalnya dengan cara investigasi, mendatangi kantor-kantor, dan mengamati secara langsung peristiwa yang terjadi. Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporan secara objektif dan tidak memiliki pandangan subjektif (Oponi sendiri). Sehingga informasi yang disajikan tersebut terpercaya dan dapat memberi nilai-nilai pendidikan kepada publik.
Sedangkan Amplop memiliki makna, bungkusan sesuatu barang yang bernilai yang akan diberikan kepada orang lain. Amplop biasanya dilengkapi dengan space (Tempat) untuk menuliskan nama dan alamat penerima dan pengirim. Namun, kata amplop dalam dunia jurnalis merupakan kiriman,pemberian, suap, atau sogokkan dari narasumber dengan tujuan untuk melindunginya dari informasi yang mengancamnya. Tak heran jika Wartawan selalu dikait-kaitkan dengan Amplop tersebut, karena berupa pemberian yang tak pantas diterima oleh wartawan bersangkutan. Wartawan tak berhak menerima pemberian dari narasumber dalam bentuk apapun karena itu adalah jebakan.
Pekerjaan jurnalisme, salah satu profesi yang tidak mudah dilakukan. Sebab, butuh pengetahuan tersendiri seperti teknik menulis sesuai dengan etika penulisan informasi. Tulisan wartawan yang disajikan ke publik dapat memberi nilai-nilai perubahan sosial dan dapat mengintervensi kebijakan. Wartwan berhak menulis apa saja, baik itu berita baik maupun buruk. Melalui tulisan tersebut para pekerja pers ini dapat mengontrol kinerja pemerintahan dan bentuk-bentuk ketimpangan atau pelanggaran hukum. Namun, pekerjaan ini kadang kala tidak berjalan sesuai dengan tugas pokok wartawan. Karena berbagi upaya yang dilakukan oleh sumber untuk melumpuhkan goresan tinta di buku saku yang setiap harinya dibawa wartawan. Caranya biasanya dilakukan dengan memberi uang (Amplop), atau mengintimidasi wartawan.
Pemberian Amplop pada prinsipnya merupakan bentuk penghinaan terhadap profesi wartawan. Sebab nilai berita yang ditulis tidak sebanding dengan pemberian para narasumber. Sederhanya adalah berita yang ditulis dinantikan oleh publik karena memiliki manfaat, tidak seperti menerima Amplop.
Dengan alasan ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, menolak pemberian dalam bentuk apa pun (Amplop). AJI Makassar, tengah mengkampanyekan anti Amplop kepada seluruh lapisan masyarakat dan institusi pemerintah dan swasta. Kampanye ini dilakukan dengan cara testimoni anti amplop dengan melibatkan para pemimpin media di Sulawesi Selatan, khsusnya Kota Makassar. Berikut pandangan dan komentar para pimpinan media:
Kepala Biro Koran Tempo Makassar, Yudono.
Kenapa Amplop Harus Ditolak?
Wartawan mempunyai tugas utama untuk mengabarkan sebuah peristiwa ke masyarakat, entah itu kabar baik atau buruk. Karena sifat kabar ini, banyak sumber yang berkepentingan dengan wartawan. Sumber (perorangan atau badan) selalu ingin dikabarkan baik, atau tidak dikabarkan sama sekali. Itu sebabnya, mereka mempengaruhi wartawan agar selalu menulis yang baik-baik tentang dirinya. Ada dua cara yang biasanya ditempuh sumber: 1. Intimidasi, dan 2. Pemberian
Intimidasi biasanya agar wartawan tidak menuliskan sebuah berita yang dinilai negatif oleh sumber. Cara ini jarang dilakukan, karena dampakmnya bisa panjang. Sumber lebih banyak memilih pemberian sesuatu kepada wartawan agar menulis berita sesuai keinginan sumber, atau bahkan tidak menulis sama sekali. Intimidasi biasanya lebih mudah dihadapi karena wartawan bisa menggalang solidaritas sesama wartawan dan minta perlindungan dari polisi.
Tapi pemberian dalam bentuk uang (biasa disebut amplop) dan barang biasanya lebih sulit dilawan. Hal ini karena wartawan biasanya bergaji rendah, sehingga uang amplop bisa menutup kebutuhan. Selain itu, banyak wartawan dan pemberi menilai uang amplop (seringkali disebut uang transpor/pengganti transpor)sebagai rezeki yang tidak boleh ditolak.
Di samping itu, masih adanya kebiasaan (hampir bisa dikatakan sebagai budaya) sungkan di kalangan wartawan untuk menolak pemberian karena khawatir dikatakan sombong baik oleh pemberi maupun rekan sesama wartawan.Tapi sebenarnya wartawan harus melawan semua tekanan (baik intimidasi atau pemberian) karena kompromi ini berarti menghilangkan hak rakyat (pembaca/pendengar/pemirsa) untuk mendapatkan berita yang sebenarnya. Sekali seorang wartawan menerima amplop, ia akan tersandera. Selain itu, dengan menolak pemberian, seorang wartawan menjadi sejajar dengan sumber berita.
Di sinilah perusahaan media mempunyai peranan yang sangat besar. Pertama, perusahaan harus mampu memenuhi kebutuhan minimal wartawan. Kedua, perusahaan harus memilih wartawan yang mempunyai integritas tinggi. Ketiga menghidupkan budaya antisuap di kantor dan kehidupan seharoi-hari perusahaan media tersebut. Selain memperkuat integritas wartawan, para kuli tinta harus dibantu melawan amplop/intimidasi oleh perusahaan yang mempekerjakannya. Mereka harus diberikan kesadaran bahwa amplop bukan hak dan karena itu haram.
Itu sebabnya perusahaan media harus membantu wartawan untuk bisa menolak amplop dengan memenuhi kebutuhan minimal wartawan. Jika penghasilan dari kantor cukup untuk hidup, sesungguhnya wartawan akan lebih suka menolak pemberian.
Tribun-timur, Dahlan Dahi
Dahlan mengatakan, wartawan bekerja dengan jujur untuk masyarakat. Menurutnya, amplop mengganggu nurani kejujuran sekaligus tujuan wartawan untuk mengabdi kepada publik. Amplop ibarat kanker yang mengikis kejujuran wartawan. Dan amplop menjauhkan wartawan dari misi sucinya: mengabdi kepada publik
Husain Abdullah
1. Merendahkan harkat dan martabat kewartawanan. Dan sebuah
2. Persekongkolan transaksional, memperjual belikan fakta dan hak publik.
3. Ada yang lebih dahsyat dari amplop, yaitu; pemilik modal yang menggunakan medianya sebagai alat untuk meraih kekuasan serta menjadikan media sebagai alat tawar menawar politik dan ekonomi untuk memperkaya diri dan membesarkan kelompok bisnisnya.
Pimpinan Redaksi Berita Kota Makassar
"Amplop di kalangan pekerja pers adalah bahaya laten. Ini telah merusak martabat pers, menginjak integritas.
Perlawanan terhadap itu harus terus disuarakan. Jangan berhenti, jangan lelah untuk berjuang, karena pers itu abadi, dan bahaya-bahaya laten yang mengancamnya juga abadi. Amplop dan suap tidak akan berhenti mengancam sendi-sendi pers, karena itu juga mari abadikan perlawanan terhadap itu.
Catatan:
Insyah Allah, semua pandangan para pemimpin redaksi media massa akan dimasukkan dalam program ini.
Penyusun
Pengurus AJI Makassar
Comments