"Keluargaku tidak memiliki banyak syarat dalam memilihkan calon suami. Yang paling penting adalah calon suamiku agamanya baik, dan rajin sholat lima waktu." kata-kata ini yang disampaikan kepadaku saat berada di depan perempuan itu.
Belum lama ini, salah satu sahabat bertanya kepadaku;Apakah Kamu sudah bersedia untuk menikah?. Pertanyaan ini tidak begitu sulit untuk dijawab karena hanya membutuhkan jawab "Iya" atau "Tidak". Namun, untuk menjawab pertayaan itu, tidak cukup dengan waktu sehari, bahkan setahun pun masih berat untuk diucapkan.
Masa kecil dulu, sering mendengar pepatah orang tua bahwa dalam setiap pengambilan keputusan harus didasari dengan pertimbangan yang matang. Sebab, baik dan buruknya keputusan itu, ditentukan oleh hasil pertimbangan kita sendiri dan itu wajib dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab. Menjalani mahligai pernikahan merupakan tanggung jawab besar yang harus dijunjung tinggi. Pesan ini tidak cukup dengan pertimbangan logika, tapi benar-benar melibatkan nurani agar keputusan itu tidak menjadi sia-sia.
Dimalam kedua usai perkenalan itu, saya memberanikan diri untuk berkunjung ke rumah perempuan itu. Ketika berada di rumahnya, perempuan berjilbab itu sudah menunggu di ruang tamu. Ucapan salamalaikum mendahuluiku sebelum masuk didalam rumah salah seorang tokoh Muhammadiyah itu. Dia mempersilahkanku masuk lalu berkata "Kamu tidak nyasar yah???". Tidak, jawabku. Ketika berada di ruang tamu, detak jantungku bergerak tidak seperti biasanya. Ini yang membuatku kesulitan untuk memulai cerita.
Sebagai cerita pembuka, dia mempersilahkan saya untuk minum teh manis yang dibuatnya. Sambil menikmati teh buatanya itu, saya juga menyimak ceritanya soal teman-teman kulianya yang hampir semuanya sudah menikah. Panjang lebar dia bercerita, dengan sedikit tersenyum dia bertanya kepadaku. Pertanyaanya, sama dengan pertanyaan yang sebelumnya ditanyakan oleh sabat saya. "Benar kamu sudah siap menikah???. Jujur, saya tidak mau pacaran, saya mau menikah". Tapi sebelum kamu jawab, perlu kamu ketahui bahwa ada hal yang harus kamu rubah yakni penampilan. Dia merasa risih dengan penampilanku karena di kedua lenganku ada gelang hiasan, kalung hiasan yang ada dileherku. Selain itu, dia pun menyuruhku untuk mengenakan celana kain, tidak boleh jeans. Dia merasa khawatir jika penampilan itu tidak dirubah, saya tidak akan diterima oleh keluarganya.
Dia akhir cerita itu, dia memintaku untuk segera melamarnya. Dia sudah menyakinkan keluarganya bahwa saya adalah orang yang tepat buat mendampinginya. Mendengar ucapan itu, semakin sulit buatku untuk menjawabnya. Hanya senyum yang bisa kuperlihatkan kepadanya. Tapi saya yakin senyum itu tidak membuatnya nyaman ketika ajakan itu tidak dijawab dengan kata-kata seperti yang dia harapkan. Hingga saya meninggalkan rumah itu, tak ada satu pun kata yang memberinya harapan. Begitu menyesalnya saya, ketika menjawab ajakan itu melalui pesan pendak yang dikirim ke telpon genggamnya. Tiap hari dia selalu mengingatkanku untuk tetap menjaga waktu salat dan selalu berdoa.
Comments